REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 70 persen orang yang diamankan terkait kerusuhan pada saat aksi unjuk rasa menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja adalah para pelajar. Karena itu selain berkoordinasi dengan dinas pendidikan dan stakeholder lainnya, pihak Kepolisian juga mengingatkan bahwa para pelajar atau anak-anak bisa diproses hukum.
"Terkait dengan seolah-olah anak-anak tidak bisa dipidana, anak-anak dipidana dengan aturan tertentu, perlakuan terhadap anak tersebut. Kami melakukan penahanan untuk anak-anak satu pekan," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dalam jumpa pers di Gedung Promoter, Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (26/10).
Nana menjelaskan mulai penahanan di kepolisian, kejaksaan sampai sidang itu didampingi orang tuanya, ada perlakuan khusus buat anak-anak ini. Hal itu dilakukan untuk memberikan efek jera agar tidak mengulangi perbuatan yang sama.
Akan tetapi, Nana lebih memilih pencegahan agar anak-anak ini tidak terhasut dan terprovokasi oleh oknum antikemapanan. "Mereka (Pelajar) bisa juga dipidana, supaya ada efek jera. Kita lebih baik lakukan pencegahan jangan sampai kemudian anak-anak ini terkena hasutan tadi," kata Nana.
Lebih lanjut, Nana berharap sekolah bisa memberikan kegiatan ekstrakurikuler, bisa juga dalam bnetuk ujian harian. Hal itu dilakukan sebagai sanksi atau agar tidak terlibat dalam aksi unjuk rasa yang berujung pada kerusuhan. Maka pencegahan memang menjadi prioritas jajaran Polda Metro Jaya.
"Pencegahannya mereka harus diberikan kegiatan apakah bentuknya ekstrakurikuler, bisa juga ujian-ujian harian, di samping juga ada pengawasan dari orang tua," tegas Nana.