REPUBLIKA.CO.ID, SUMBAWA -- Persoalan air bersih akibat kekeringan secara jangka panjang memunculkan dampak kesehatan di Kabupaten Sumbawa di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kekeringan di Sumbawa terjadi setiap tahunnya dan tidak pernah kunjung berakhir.
Praktisi Kesehatan Penyakit Dalam, Ari Fahrial Syam mengingatkan, kekeringan bisa saja memunculkan penyakit diare. Sebab, warga memiliki keterbatasan mendapatkan air dengan kualitas yang baik. Hanya saja, dia menilai, kasus-kasus diare di daerah memang harus dilihat dulu penyebabnya. Terlebih, sanitasi yang buruk juga bisa menjadi penyebab diare.
“Artinya, sumber dari virus itu larinya dari makanan dan minuman. Jadi kalau makanan itu kita konsumsi, tercemar tentu menjadi infeksi. Kemudian minuman tercemar, menjadi infeksi,” tuturnya, Jumat (6/11).
Saat ini, data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat mencatat, ada 42 desa yang tersebur di 17 kecamatan di Sumbawa yang mengalami krisis air bersih saat ini.
Dampaknya, ratusan ribu warga kekurangan air bersih. Ironisnya, masalah menahun ini berbanding lurus dengan jumlah kasus diare yang terbilang tinggi. Berdasarkan Profil Kesehatan NTB tahun 2019, puskesmas dan RS di Kabupaten menangani 11.439 kasus diare pada semua umur dan 4.331 kasus diare pada balita.
Pada prinsipnya, pemerintah baik pusat maupun daerah disebut Ari mesti mengidentifikasi masalah diare ini
Anggota DPRD Provinsi dari Fraksi Gerindra, H Talib, mengaku prihatin mendapati sejumlah desa dilanda kekeringan dan kesulitan air bersih. Pemerintah dimintanya untuk tanggap, karena air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan.
Dirinya meminta desa-desa yang dilanda kekurangan air bersih untuk mengajukan proposal, sehingga dapat dibantu oleh pemerintah provinsi. Menurut H Talib, persoalan yang besar yang dihadapi adalah kurangnya infrastruktur. Kalau infrastruktur bagus, dia yakin air dapat didatangkan.