Sabtu 24 Oct 2020 00:14 WIB

Lingkungan Keluarga Dukung Kesehatan Mental Anak

Rasa bosan dan stres sering dialami anak saat pandemi.

Anak bermain di luar ruangan (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Anak bermain di luar ruangan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Forum Anak ASEAN keenam yang diadakan secara daring menyepakati bahwa lingkungan keluarga mendukung kesehatan mental anak selama pandemi COVID-19. Forum ini digelar dengan tuan rumah Kamboja.

Menurut siaran pers dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, delegasi dari 10 negara sepakat berharap orang tua mampu bekerja sama menciptakan lingkungan keluarga yang mendukung agar anak tidak terbebani. Agar anak tidak merasa bosan dan stres saat menjalani kegiatan yang lebih banyak di dalam rumah, seperti belajar secara daring.

Baca Juga

Selain itu, orang tua juga diharapkan dapat menjadi pendengar yang baik bagi anak, sehingga dapat mengetahui kondisi mental anak saat pandemi COVID-19.

Rekomendasi Forum Anak ASEAN tersebut merupakan hasil presentasi dari delegasi Indonesia yang diwakili Abdul Gilang Tawakkal (Forum Anak Sulawesi Selatan), Belva Aulia (Forum Anak Jawa Tengah), Muhammad Lukman Ibrahim (perwakilan anak autisme Jakarta), dan Ema Dilsiana (Bekasi).

Mereka menyampaikan bahwa rasa bosan dan stres sering dialami anak, termasuk di Indonesia. Hal itu berdasarkan survei kecil kepada 340 responden dengan rentang usia sembilan tahun hingga 17 tahun tentang pengaruh COVID-19 terhadap kesehatan mental mereka.

Mayoritas responden merasa bosan karena gerak terbatas yang akhirnya memengaruhi kesehatan mental mereka. Mereka mengaku kesulitan dengan tugas-tugas sekolah.

Mereka sangat ingin bermain dan berinteraksi dengan teman-teman seperti biasanya. Karena merasa kesepian, mereka akhirnya lebih banyak menghabiskan waktu menggunakan media sosial.

Kondisi tersebut semakin parah bila anak berada dalam lingkungan keluarga yang orang tuanya diberhentikan dari pekerjaannya dan menyebabkan kondisi ekonomi keluarga semakin terpuruk.

Bila hal tersebut dibiarkan, anak dapat mengalami depresi, kecemasan, dan gangguan stres pascatrauma. Hal ini bisa berujung pada tindakan menyakiti diri sendiri atau anggota keluarga, berada pada situasi berbahaya, mengalami serangan panik, memisahkan diri dari keluarga, hingga melakukan bunuh diri.

Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny N Rosalin berharap informasi dan hasil rekomendasi dari Forum Anak ASEAN tersebut dapat menjadi bahan perbaikan kebijakan pelindungan anak.

Di Indonesia, rekomendasi tersebut akan diserahkan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Sosial.

Forum Anak ASEAN merupakan pertemuan dua tahunan. Pertemuan berikutnya akan dilaksanakan pada 2022 dengan Indonesia sebagai tuan rumah.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement