Jumat 23 Oct 2020 07:59 WIB

Libur Panjang Berpotensi Naikkan Kasus Hingga 100 Persen

Data Satgas, tiap libur panjang terjadi kenaikan kasus yang signifikan.

Wisatawan mengunjungi Wisata Taman Kincir Zandea,  di Kampung Ciheuleut, Desa Mekarlaksana, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jelang libur panjang di akhir Oktober, pemerintah minta masyarakat berpikir matang dan mematuhi aturan serta protokol kesehatan agar tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19.
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Wisatawan mengunjungi Wisata Taman Kincir Zandea, di Kampung Ciheuleut, Desa Mekarlaksana, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jelang libur panjang di akhir Oktober, pemerintah minta masyarakat berpikir matang dan mematuhi aturan serta protokol kesehatan agar tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Arie Lukihardianti, Antara

Akhir Oktober yang akan ditutup dengan libur panjang selama lima hari, termasuk Sabtu dan Ahad, menimbulkan kecemasan akan kemungkinan munculnya lonjakan kasus. Kenaikan jumlah kasus yang signifikan bukan tanpa alasan, fakta membuktikan libur panjang yang terjadi di bulan-bulan sebelumnya saat pandemi telah menimbulkan kenaikan kasus yang sangat signifikan.

Baca Juga

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 memperingatkan berdasarkan pengalaman sebelumnya libur panjang memiliki potensi peningkatan kasus baru Covid-19. Alasan kenaikan dipengaruhi faktor mobilitas masyarakat yang tinggi.

Menurut Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dr Dewi Nur Aisyah, kasus pada saat libur Idul Fitri pada 22-25 Mei 2020 memang tidak menunjukkan kenaikan signifikan. Tapi, dua pekan setelahnya sekitar 6-28 Juni 2020 terjadi peningkatan besar kasus baru.

"Jadi kalau kita lihat jeda rentang waktunya di sini, sejak awal 22 Mei sampai 6 Juni kurang lebih ada waktu 10-14 hari, kita melihat ada penambahan angka tiba-tiba yang lebih tinggi dari biasanya," kata Dewi dalam diskusi Satgas Penanganan Covud-19 di Graha BNPB, Kamis (22/10). Rentang waktu itu sesuai dengan masa inkubasi Covid-19 yaitu sekitar dua pekan.

Berdasarkan data Satgas Covid-19, dalam pekan terakhir Mei 2020 saat terjadi libur panjang Idul Fitri rata-rata penambahan kasus selama satu pekan adalah 600 kasus per hari. Terjadi kenaikan sedikit pada pekan pertama Juni 2020 dengan rata-rata 674 kasus per hari.

Tapi rata-rata kasus mulai melonjak pada pekan kedua Juni 2020 dengan 1.013 kasus per hari. Angka itu kemudian terus mengalami kenaikan hingga pada pekan ketiga Juni terdapat rata-rata 1.088 kasus dan pekan keempat 1.159 kasus. Hal itu menunjukkan jumlah kasus harian dan kumulatif per pekan mengalami kenaikan sekitar 69-93 persen sejak libur Idul Fitri dengan rentang 10-14 hari.

Hal yang sama juga terjadi dalam masa liburan panjang pada Agustus 2020 yang memiliki libur Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus 2020 dan libur panjang Tahun Baru Islam 20-23 Agustus 2020. Setelah rangkaian liburan itu terlihat kenaikan kasus signifikan pada 1-3 September 2020.

Dalam pekan ketiga Agustus 2020 saat dimulai libur panjang rata-rata jumlah kasus baru per hari adalah 1.198 kasus. Angka itu naik pada pekan keempat dengan rata-rata 2.646 kasus per hari.

Di pekan pertama September 2020 terjadi kenaikan signifikan rata-rata kasus yaitu 3.151 kasus per hari. Pada pekan kedua terdapat 3.468 kasus per hari dan pekan ketiga 3.757 kasus per hari. Dalam periode tersebut terjadi kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif per pekan sebesar 58-118 persen sejak libur panjang di pekan ketiga Agustus 2020 dengan rentang waktu 10-14 hari.

Menurut Dewi, faktor libur panjang akan menjadi potensi penularan ketika mobilitas penduduk meningkat karena dapat menimbulkan kerumunan yang tidak mematuhi protokol kesehatan menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan atau 3M. "Ketika mobilitas penduduk bertambah yang kita khawatirkan ada potensi kerumunan, dan ketika di kerumunan ada yang tidak patuh dengan 3M maka akan terjadi peningkatan penularan," tegas Dewi.

Untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 440/5876/SJ pada 21 Oktober 2020 tentang Antisipasi Penyebaran Covid-19 pada Libur dan Cuti Bersama Tahun 2020. SE ini diterbitkan dalam rangka pelaksanaan hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW 29 Oktober dan cuti bersama 28 dan 30 Oktober.

"Kemendagri telah menerbitkan panduan kebijakan bagi Gubernur, Bupati dan Walikota dalam rangka mengantisipasi kemungkinan penyebaran Covid-19 pada libur dan cuti bersama dalam rangka perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW 29-30 Oktober 2020," ujar Staf Khusus Menteri Dalam Negeri bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga dalam keterangan tertulis.

Pelaksanaan hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW berdekatan dengan hari Sabtu dan Ahad yakni 31 Oktober dan 1 November. Dengan libur yang cukup panjang tersebut, pemerintah perlu mengantisipasi agar tidak menjadi pemicu penyebaran Covid-19.

Dalam SE itu, ada 11 poin yang ditekankan oleh Mendagri. Pertama, meminta kepala daerah mengimbau masyarakat, agar selama melaksanakan libur dan cuti bersama sedapat mungkin menghindari melakukan perjalanan dan tetap berkumpul bersama keluarga, serta melakukan kegiatan di lingkungan masing-masing. Hal itu dapat dilakukan sambil menyiapkan diri dan lingkungan dalam menghadapi potensi bencana Hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor sesuai dengan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Kedua, pelaksanaan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dimbau agar dilaksanakan di lingkungan masing-masing. Tentu dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, utamanya menggunakan masker, cuci tangan, dan jaga jarak serta tidak berkerumun untuk menghindari penularan Covid-19.

Ketiga, jika pelaksanaan liburan dan cuti bersama dilakukan dengan perjalanan keluar daerah agar dilakukan test PCR atau rapid test. Atau menyesuaikan dengan aturan moda transportasi yang berlaku untuk memastikan pelaku perjalanan bebas Covid-19.

Ini diperlukan demi melindungi orang lain termasuk keluarga di perjalanan ataupun orang di tempat yang dikunjungi. Mereka yang dinyatakan positif agar tidak melaksanakan perjalanan dan melakukan karantina mandiri atau yang disiapkan pemerintah untuk mencegah penularan.

Keempat, setelah kembali dari perjalanan luar daerah disarankan kembali melakukan test PCR atau rapid test untuk memastikan bahwa pelaku perjalanan tetap dalam keadaan negatif Covid-19. Jika positif agar segera melaksanakan isolasi mandiri atau karantina di fasilitas yang telah disiapkan Pemerintah.

Kelima, setiap daerah agar memperkuat sistem pengawasan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di daerah masing-masing. Masyarakat diminta dengan mengintensifkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di lingkungannya baik pada level provinsi, kabupaten/kota/kecamatan/kelurahan dan desa serta RT/RW diantaranya dengan konsep kampung/desa tangguh, RT/RW tangguh bebas Covid-19 sesuai dengan kebijakan lokal masing-masing.

Keenam, untuk menjaga agar kelurahan/desa bebas Covid-19. Caranya dengan meyakinkan pengunjung suatu lingkungan tersebut dengan membawa surat hasil test PCR/rapid test yang menjelaskan bahwa pengunjung negatif Covid-19.

Ketujuh, mengidentifikasi tempat wisata yang menjadi sasaran liburan agar memiliki protokol kesehatan yang baik, memastikan tidak ada kerumunan yang menyebabkan tidak bisa jaga jarak, membatasi jumlah wisatawan sampai dengan 50 persen mencegah terjadinya pesta dengan kerumunan terbuka/tertutup yang membuat tidak bisa jaga jarak, termasuk penggunaan pengeras suara yang menyebabkan orang berkumpul secara masif. Kedelapan, daerah mengatur kegiatan seni budaya dan tradisi non-keagamaan yang biasa dilakukan sebelum pandemi Covid-19 di lingkungan masing-masing agar tidak terjadi kerumunan massa dalam bentuk apapun yang membuat tidak bisa jaga jarak dan berpotensi melanggar protokol kesehatan Covid-19.

Kesembilan, dalam mempersiapkan pelaksanaan liburan di daerah asal, selama perjalanan maupun ketika berada di daerah asal tujuan pelaku perjalanan. Kepala daerah melakukan koordinasi dengan Forkopimda dan stakeholder lain, di antaranya tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pengelola hotel, pengelola tempat wisata, pengelola mal dan pelaku usaha serta pihak lain yang dianggap perlu. Kesepuluh, mengoptimalkan peran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di daerah dalam melaksanakan monitoring, pengawasan dan penegakan hukum sebagaimana SE Mendagri tentang Pembentukan Satuan Tugas tersebut

Kesebelas, bupati/wali kota diminta melaporkan pelaksanaan kegiatan antisipasi penyebaran Covid-19 pada libur dan cuti bersama tahun 2020 kepada gubernur untuk selanjutnya dilaporkan kepada Mendagri.

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengimbau masyarakat untuk menahan diri berlibur atau bepergian ke luar kota di momen libur panjang. "Terkait libur panjang di akhir Oktober, saya imbau warga dalam situasi pandemi COVID-19 ini bisa menahan diri (berlibur atau bepergian ke luar kota)," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, Kamis petang (22/10).

Emil pun menyarankan warga untuk memanfaatkan libur panjang di akhir Oktober ini dengan berkumpul di rumah bersama keluarga atau mencari hiburan di sekitar tempat tinggalnya. "Berinteraksi dekat rumah saja. Meski tidak dilarang (berlibur atau bepergian ke luar kota) karena pariwisata dibuka, tapi lebih baik menghindari kerumunan," katanya.

Pemerintah Provinsi Jabar berkaca pada libur panjang Idul Adha akhir Juli lalu, di mana terjadi peningkatan kasus karena banyak warga berlibur ke tempat wisata dan bepergian ke kampung halaman. Untuk itu, kata Emil, pihaknya tetap mengantisipasi lonjakan kerumunan warga di momen libur panjang akhir Oktober ini. Salah satunya dengan mengidentifikasi tempat-tempat wisata di seluruh Jabar dan memaksimalkan protokol kesehatan serta kapasitas tempat wisata.

"Petugas pariwisata sudah kami tugaskan menjaga hal itu (protokol kesehatan dan kapasitas). Jika melebihi kapasitas 50 persen, akan kami berikan sanksi," kata Emil. "Dan kepada (warga) yang terpaksa harus pergi (berlibur atau ke luar kota), tetap harus melaksanakan protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan)," katanya.

Selain menjaga protokol kesehatan dan kapasitas tempat wisata, Emil menjelaskan bahwa pihaknya juga mengantisipasi keramaian di jalur Puncak dan Cianjur yang kerap menjadi destinasi berlibur bagi warga Jakarta.  Meski tidak menutup 100 persen, kata Emil, pihaknya akan melakukan beberapa tindakan penyekatan jika dirasa volume pergerakan warga sudah melebihi kapasitas yang diperkirakan.

"Pengalaman sebelumnya, memang ada penutupan tapi tidak 100 persen, hanya di jam-jam tertentu. (Penutupan) itu pasti kami ulangi, apalagi long weekend ini terdeteksi potensi (orang berlibur) yang sangat besar," kata Emil.

"Jadi saya juga imbau kepada warga Jakarta, ikuti imbauan pemerintah, kalau bisa tidak dulu memaksakan diri ke Puncak atau Cianjur. Maksimalkan berekreasi di wilayah dekat rumah masing-masing. (Berlibur atau ke luar kota) tidak dilarang, tapi kami punya kapasitasnya. Jika sudah berlebih, pasti kami tutup," imbuhnya.

Emil pun berharap, antisipasi-antisipasi tersebut bisa membuahkan hasil yang diharapkan, yakni tidak adanya lonjakan kasus Covid-19, dalam hasil analisis data dua minggu setelah momen libur panjang akhir Oktober ini.

Pemprov DKI Jakarta juga tengah menyusun langkah untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya lonjakan kasus dari libur panjang. "Antisipasi liburan panjang lagi dirapatkan Pak Gubernur, tadi pagi sudah rapat juga dengan pemerintah pusat untuk mengambil langkah-langkah terkait antisipasi libur panjang," Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria.

Untuk aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, Riza menyatakan pemerintah daerah telah menginstruksikan untuk tidak melakukan liburan ke luar kota, sebagai antisipasi pergerakan masyarakat, tanpa terkecuali ASN, yang cenderung memanfaatkan momentum libur panjang untuk pergi ke luar daerah di Bogor, Depok, Tangerangdan Bekasi (Bodetabek). "Biasanya yang terjadi itu libur ke sekitar Jakarta, ada yang ke kawasan Puncak, mungkin ke Anyer, mungkin ke Bandung dan Bogor. Ya hati hati, sedapat mungkin tempat yang terbaik dalam masa pelonggaran, seperti yang sudah sering disampaikan berkali-kali, adalah di rumah," tuturnya.

Dia menyadari di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi tentu ada pelonggaran aktivitas masyarakat. Dari pelonggaran aktivitas itu, ada potensi warga yang ke luar rumah meningkat, sehingga memicu kerumunan yang bila tidak diatur dengan baik, apalagi didiamkan, dikhawatirkan penyebaran Covid-19 bisa semakin masif.

"Jadi ada tiga hal yang kami minta. Pertama, tetap berada di rumah, kecuali ada hal penting. Kedua, melakukan protokol Covid-19 bila ke luar rumah dan ketiga, untuk meningkatkan kesehatan demi kekebalan tubuh," katanya.

photo
Tips melindungi anak dari paparan virus Covid-19. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement