REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyiapkan aksi besar saat DPR RI membuka masa sidang dan mengakhiri masa reses untuk menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker). KSPI menggelar aksi ini untuk meminta DPR RI mengajukan legislatif review atas UU Cipta Kerja.
Presiden KSPI Said Iqbal mengklaim, aksi ini akan diikuti berbagai aksi buruh, di antaranya Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani Nena Wea, beserta 32 organisasi serikat buruh lainnya, serta organisasi yang tergabung dalam Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas).
"Aksi ini terarah, terukur, dan konstitusional," kata Said Iqbal dalam konferensi pers secara daring pada Rabu (21/10).
Ia menjelaskan, arah aksi ini jelas, yakni menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Adapun maksud terukur, lanjut dia, adalah bahwa aksi ini akan dikoordiasikan secara nasional oleh serikat buruh tanpa ada kepentingan politik lain, tanpa ada kerusuhan dan semata-mata digalakkan untuk menolak Omnibus Law UU Ciptaker.
Adapun dalam aspek konstitusional, Said Iqbal menekankan bahwa aksi ini dimaksudkan agar DPR RI mau mengajukan legislative review oleh DPR untuk UU Cipta Kerja, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 22a dan UU tentang Pembuatan Peraturan Perundang-undangan. Ia mengatakan, KSPI Bersama serikat buruh telah menyurati seluruh anggota DPR RI untuk mengajukan permohonan legislative review.
Said Iqbal belum mau memastikan kapan waktu aksi ini akan dilakukan. Namun ia menyatakan, aksi ini akan digelar pada saat DPR RI memasuki masa sidang. Masa reses DPR RI ini akan berakhir pada 8 November 2020 mendatang.
Said mengatakan, aksi ini akan digelar di pusat maupun di daerah. Di pusat, titik aksi akan digelar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Aksi ini diikuti pula oleh serikat buruh di daerah di mana aksi diarahkan ke Gedung DPRD. "Aksi ini sekali lagi tidak rusuh, tidak anarkis, dan tidak merugikan pihak -pihka. fokus, tidak ada politik, tidak ada yang menunggangi aksi ini," ujar Said Iqbal.