Selasa 20 Oct 2020 15:59 WIB

Iran Pascaembargo Senjata: Lebih Banyak Jual daripada Beli

Sanksi embargo senjata terhadap Iran telah resmi berakhir pada 18 Oktober 2020.

Parade alutsista Iran. (ilustrasi)
Foto: reuters
Parade alutsista Iran. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Lintar Satria, Fergi Nadira, Dwina Agustin, Reuters

Sanksi embargo senjata terhadap Iran resmi dicabut per 18 Oktober 2020. Ada anggapan bahwa Iran akan fokus membeli senjata demi pertahanan negaranya. Apa benar demikian?

Baca Juga

Menteri Pertahanan Iran Mohammad Amir Khatami justru berencana menjual lebih banyak produk militer daripada membelinya. Iran menyatakan, bahwa embargo senjata Dewan Keamanan PBB sudah tidak lagi berlaku. Dengan begitu Dewan Keamanan PBB tak bisa mendikte pergerakan persenjataan di Iran.

"Sejak tahun lalu, banyak negara yang menghubungi kami, dan kami juga telah melakukan serangkaian negosiasi dengan sejumlah negara. Tentu kami akan menjual lebih banyak dari yang kami beli," kata Khatami dalam siaran saluran TV IRINN yang dilansir dari Bernama pada Selasa (20/10).

Khatami mengingatkan prestasi Iran di bidang militer, meskipun negara itu sedang dalam sanksi. Menurut Khatami, kelompok musuh mengakui bahwa Iran punya kekuatan rudal yang menarik perhatian. Kemudian Iran diklaimnya unggul dalam pembuatan drone.

Iran menegaskan, pihaknya sudah mandiri dalam pertahanan dan tidak perlu melakukan pembelian senjata secara besar-besaran. Pernyatan ini sempat muncul beberapa hari sebelum embargo senjata PBB terhadap Iran berakhir pada Ahad (18/10).

"Doktrin pertahanan Iran didasarkan pada ketergantungan yang kuat pada rakyatnya dan kemampuan pribumi. Senjata tidak konvensional, senjata pemusnah massal dan pembelian senjata konvensional tidak memiliki tempat dalam doktrin pertahanan Iran," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri yang disiarkan oleh media pemerintah.

Relaksasi embargo senjata terhadap Iran yang telah berlangsung sejak 2007, dimulai saat Iran menandatangani resolusi PBB yang dikonfirmasi kesepakatan nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2015 China, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris, Amerika Serikat, Jerman, dan Uni Eropa. Kesepakatan itu mengharuskan Iran mengurangi program nuklirnya dan menurunkan cadangan uraniumnya dengan imbalan keringanan sanksi, termasuk mencabut embargo senjata lima tahun setelah kesepakatan itu diadopsi.

Pada 2018, tak lama setelah Donald Trump terpilih menjadi presiden, Amerika Serikat (AS), menarik diri dari JCPOA. AS di bawah kepemimpinan Iran terus menerapkan kebijakan keras terhadap Iran termasuk langkah berkampanye untuk pemulihan sanksi internasional terhadap Iran, tetapi semua rancangan resolusinya akhirnya ditolak PBB.

In Picture: Penampakan Markas Militer AS yang Dihantam Rudal Iran

photo
 

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengumumkan penjualan senjata ke Iran tetap akan melanggar resolusi PBB dan mengarah pada sanksi. Washington bersikeras embargo terhadap Iran harus diperpanjang.

 

"Selama 10 tahun, di bawah berbagai langkah PBB, negara-negara menahan diri menjual senjata ke Iran, setiap negara yang menentang larangan ini dengan sangat jelas telah memilih memicu konflik dan ketegangan di atas mempromosikan perdamaian dan keamanan," kata Pompeo dalam pernyataannya, seperti dikutip media Rusia, Sputnik, Senin (19/10).

Dalam pernyataan tersebut, Pompeo juga mengatakan, AS siap 'menggunakan pihak berwenang domestiknya untuk memberikan sanksi pada individu dan entitas yang berkontribusi memasok, menjual, atau mengirim senjata konvensional dari atau ke Iran'. Menteri luar negeri itu menambahkan bila suatu negara mendukung perang terhadap terorisme maka mereka harus menahan diri dari melakukan transaksi senjata dengan Iran.

Ketegangan antara Washington dan Teheran telah meningkat sejak Presiden AS Donald Trump pada 2018 secara sepihak menarik diri dari kesepakatan JCPOA. Pada Agustus, pemerintahan Trump memicu proses yang bertujuan memulihkan semua sanksi PBB, setelah DK PBB menolak tawaran AS untuk memperpanjang embargo senjata konvensional di negara itu.

Beberapa hari setelah memicu proses tersebut, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, memperingatkan Rusia dan Cina untuk tidak mengabaikan penerapan kembali semua sanksi PBB terhadap Iran yang diminta Washington. Ketika ditanya apakah AS akan menargetkan Rusia dan Cina dengan sanksi jika  menolak untuk memberlakukan kembali tindakan PBB terhadap Iran, Pompeo berkata, "Tentu saja."

"Kami telah melakukan itu, di mana kami telah melihat negara mana pun melanggar. Sanksi Amerika saat ini, kami telah meminta pertanggungjawaban setiap negara untuk itu. Kami juga akan melakukan hal yang sama sehubungan dengan sanksi DK PBB yang lebih luas," ujar Pompeo.

photo
Iran disanksi AS saat wabah corona - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement