REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Elemen buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jawa Timur menyatakan akan kembali menggelar aksi penolakan terhadap undang-undang yang dirasa bermasalah tersebut. Aksi rencananya dilaksanakan mulai 20 hingga 23 Oktober 2020. Wakil Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim, Nuruddin Hidayat menegaskan, tuntutannya masih sama, yakni meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu pembatalan UU Ciptaker atau Omnibus Law.
"Aksi akan terus digelar sampai Presiden mengeluarkan Perppu untuk membatalkan Omnibus Law ini," kata Nurudin dikonfirmasi Senin (19/10).
Nurudin menyatakan, titik kumpul massa dipusatkan di Kebun Binatang Surabaya (KBS). Selanjutnya, massa aksi akan melakukan long march ke Gedung Negara Grahadi, sebagai tujuan akhir. Nurudin menyatakan, pihaknya pun telah melakukan berbagai antisipasi agar aksi yang digelar tidak disertai tindakan-tindakan pengrusakan atau kerusuhan.
"Untuk pengidentifikasian supaya gampang koordinasi massanya, tentu elemen-elemen yang tergabung dalam Getol kita imbau untuk menggunakan atribut organisasi masing-masing. Untuk buruh ya pakai seragam buruh, teman-teman mahasiswa menggunakan almamater. Mencegah adanya provokator yang masuk ke dalam aksi massa. Yang tidak beratribur akan dikeluarkan dari barisan," ujar Nurudin
Nurudin mengakui adanya perwakilan buruh yang difasilitasi Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa untuk melakukan mediasi dengan Menkopolhukam Mahfud MD. Pada pertemuan tersebut, kata Nurudin, perwakilan buruh meminta Mahfud MD menyampaioan kepada Presiden Jokowi agar segera menerbitkan Perppu yang membatalkan Omnibus Law.
Namun, kata dia, Mahfud MD malah menyarankan para buruh menempuh jalur konstitusional, yakni mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Artinya, kata Nurudin, tuntutan perwakilan buruh tidak diakomodir oleh pemerintah pusat, melalui Menkopolhukam. Sehingga, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjuangan dengan menggelar aksi.
"Kita melanjutkan perjuangan secara konstitusial termasuk melakukan judicial review ke MK maupun melakukan aksi-aksi demonstrasi. Itu kan dilindungi undang-undang juga. Jadi demo alat perjuangan yang konstitusional juga," kata Nurudin.