Sabtu 17 Oct 2020 06:52 WIB

Karyawan Swasta Gugat UU Cipta Kerja ke MK

UU Cipta Kerja dinilai melanggar sistematika penyusunan peraturan perundang-undangan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakpus.
Foto: republika.co.id
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakpus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permohonan pengujian Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan DPR, dan belum tercatat dalam lembaran negara yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) terus bertambah.

Dikutip dari laman MK, Jumat (16/10), para pemohon uji materi (judical review) UU Cipta Kerja tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, yakni karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, pelajar bernama Novita Widyana serta mahasiswa bernama Elin Dian Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.

Dalam permohonan gugatan itu belum mencantumkan nomor UU yang dimintakan untuk diuji. Para pemohon mengajukan permohonan uji formil karena pembentukan UU Cipta Kerja dinilai tidak sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU  Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

UU Cipta Kerja didalilkan melanggar sistematika penyusunan peraturan perundang-undangan karena menimbulkan interpretasi tumpang tindih yang menyebabkan kebingungan masyarakat. Selanjutnya, para pemohon mendalilkan pembentukan undang-undang itu tidak dilakukan secara terbuka dan hanya melibatkan sedikit organisasi buruh.

Para pemohon pun mempersoalkan Badan Legislasi DPR, yang mengatakan, rancangan UU Cipta Kerja sebanyak 905 halaman yang disahkan DPR bersama Presiden Jokowi pada 5 Oktober 2020 belum final dan sedang difinalisasi.

Kemudian setelah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, para pemohon menyebut terjadi dua kali perubahan menjadi 1035 halaman dan kemudian menjadi 812 halaman. "Adanya perubahan substansi terhadap suatu RUU yang telah disetujui bersama DPR dan Presiden adalah melanggar tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan," ujar para pemohon dalam permohonannya.

Untuk itu, MK diminta menyatakan UU ipta Kerja tidak memenuhi ketentuan pembentukan UUD 1945 dan membatalkan undang-undang itu seluruhnya. Adapun sebelumnya terdapat dua pengajuanuji materi UU Cipta Kerja ke MK, yakni diajukan DPP Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa serta diajukan perorangan oleh warga bernama Dewa Putu Reza dan Ayu Putri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement