Jumat 16 Oct 2020 00:12 WIB

Asosiasi Pemerintah Kota Bahas UU Ciptaker Hari Ini

Apeksi akan membuat catatan dan masukan terhadap UU Cipta Kerja.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
Foto: Thoudy Badai/Republika
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) akan membahas Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada Jumat (16/10) pagi. Menurut Wakil Ketua Apeksi, Bima Arya, pihaknya akan membuat catatan dan masukan terhadap UU Ciptaker.

"Saya kira pembahasannya tidak dalam konteks menerima atau menolak. Lebih ke catatan-catatan saja dan masukan," ujar Wali Kota Bogor itu kepada Republika, Kamis (15/10).

Baca Juga

Namun, Bima juga belum mengetahui catatan dan masukan Apeksi terhadap UU Ciptaker akan disampaikan kepada presiden atau menteri dalam negeri (mendagri) selaku pembina pemerintahan daerah di pusat. Meski secara pribadi ia menilai pembahasan UU Ciptaker tidak maksimal melibatkan pemerintah daerah, tetapi sikap Apeksi yang terdiri dari para wali kota belum ditentukan.

"Kita lihat kesepakatan besok. Saya tidak mau mendahului pembahasan ya," kata Bima.

Ia mengatakan, Apeksi akan melalukan pembahasan UU Ciptaker yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah. Dalam catatan pribadi Bima atas UU Ciptaker, ada beberapa kewenangan daerah yang diubah maupun dihapus sehingga ditarik menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Misalnya, penambahan pasal 34 A dalam UU Ciptaker atas Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Menurut Bima, kewenangan daerah mengatur wilayahnya sesuai tata ruang dan menjaga dampak dari aktivitas pemanfaatan ruang akibat kegiatan strategis nasional dapat terabaikan.

Pasal 34 A menyebutkan, dalam hal terdapat perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis belum dimuat dalam rencana tata ruang dan/atau rencana zonasi, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan. Kemudian, perubahan pasal 35 dalam UU 26/2007 pada UU Ciptaker ini telah mengubah aspek pengendalian pemanfaatan ruang dengan menghilangkan aspek perizinan dan diganti dengan ketentuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

Selain itu, ketentuan pasal 37 UU 26/2007 diubah menjadi persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang diterbitkan oleh pemerintah pusat. Hal ini kembali menarik kewenangan pemerintah daerah yang sebelumnya dapat menerbitkan izin pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang.

"Catatan ini adalah sudut pandang saya sebagai kepala daerah yang ingin melihat ikhtiar yang baik dari presiden untuk menyederhanakan aturan demi kesejahteraan rakyat tidak menimbulkan persoalan dalam hal pelaksanaan pemerintahan di daerah. Juga karena pemerintah daerah tidak secara maksimal dilibatkan dalam proses pembahasan undang-undang ini," kata Bima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement