REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Sejumlah buruh tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Lampung berunjuk rasa di lapangan Korpri Pemprov Lampung, Rabu (14/10). Mereka mendesak pemerintah mencabut klaster ketenagakerjaan dari Undang Undang (UU) Cipta Kerja (Omnibus Law).
Aksi demo buruh mengenakan jaket menghijaukan lapangan upacara Pemprov Lampung yang juga berada di depan gedung DPRD Lampung. Aparat kepolisian berjaga ketat dan menutup sejumlah ruas jalan. Arus kendaraan dialihkan ke jalur lain, untuk menghindari kemacetan.
Para buruh mendatangi Pemprov Lampung menggunakan dua bus penumpang dan kendaraan bermotor. Polisi sudah memasang gulungan kawat berduri untuk menghalau peserta aksi masuk wilayah perkantoran Pemprov Lampung. Polisi mengenakan perlengkapan taktis menghalau pendemo dengan berdiri membentuk pagar betis.
Setelah puas berorasi menyuarakan aspirasi terkait dengan disahkan UU Cipta Kerja tersebut, perwakilan buruh yang diperkankan masuk 15 orang untuk beraudiensi dengan Wakil Gubernur Lampung Chusnuniah, Sekdaprov Lampung Fahrizal Darminto, dan Asisten I Irwan S Marpaung di Balai Keratun.
Yuce Hengki, perwakilan buruh menyatakan, pihaknya tidak menolak UU Cipta Kerja, namun ada sejumlah permintaan dalam UU tersebut dicabut atau dikeluarkan, yakni soal ketenagakerjaa. Menurut dia, klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja tersebut sangat merugikan buruh atau pekerja.
“Kami tidak menolak Undang Undang Omnibus Law, tapi kami minta cabut klaster ketenagakerjaan dari undang undang tersebut,” kata Yuce kepada Wagub Chusnuniah dan sejumlah pejabat Pemprov Lampung.
Menurut dia, pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang atau Perppu untuk menghilangkan klaster ketenagakerjaan dalam UU Omnibus Law, dan mengembalikan kepada UU ketenagakerjaan seperti dulu lagi.
Aksi buruh tersebut menyampaikan tujuh aspirasi kepada pemerintah pusat melalui pemerintah daerah Lampung. Sorotan para buruh dalam tujuh tuntutan tersebut yakni masalah jam kerja, rencana penggunaan tenaga kerja asing, pekerja kontrak, pekerja alih daya (outsourcing), upah minimum, pesangan PHK, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.
Dia menyebutkan, sebelumnya hak buruh atau pekerja dilindungi dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003. Setelah terbit UU Cipta Kerja maka hak buruh dalam UU 13/2003 menjadi hilang. Menurut dia, segera masalah tersebut cabut dalam UU Cipta Kerja.
Wagub Lampung Chusnunia mengatakan, UU Cipta Kerja untuk menyediakan lapangan kerja baru, sehingga angkata kerja dapat terserap dalam lapangan kerja baru dengan kemudahan investasi. “Mengenai tuntutan tersebut nanti akan ditindaklanjuti dengan melakukan pertemuan stakeholder lainnya,” katanya.
Selain itu, UU Cipta Kerja memberikan kemudahan berusaha dalam hal pengurusan perizinan bagi investor maupun UMKM. Mengenai upah minimum tetap ada, juga masalah pesangon dalam undang undang tersebut masih terakomodasi.
Menurut dia, pengusaha dan perusahaan tidak dapat melakukan PHK sepihak dan tidak memberikan pesangon kepada pekerja atau buruhnya. Mengenai pekerja kontrak atau outsourcing tetap diperhatikan dalam undang undang tersebut.