Selasa 13 Oct 2020 18:41 WIB

Tokoh KAMI Ditangkapi, Berawal dari Percakapan 'Ngeri' di WA

Tokoh KAMI seperti Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat di antara yang ditangkap.

Jumhur Hidayat, salah satu tokoh KAMI yang ditangkap polisi terkait demo UU Cipta Kerja. (ilustrasi)
Foto: Antara
Jumhur Hidayat, salah satu tokoh KAMI yang ditangkap polisi terkait demo UU Cipta Kerja. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Ali Mansur, Haura Hafizhah

Bareskrim Polri menggelar serangkaian operasi penangkapan sejumlah tokoh dan anggota KAMI yang diduga terlibat kerusuhan dalam demo menolak UU Cipta Kerja (Ciptaker). Penangkapan itu terjadi di Jakarta dan Medan.

Baca Juga

Salah satu tokoh yang ditangkap adalah Anggota Komite Eksekutif KAMI Syahganda Nainggolan dikonfirmasi oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono ditangkap di rumahnya di Depok, Jawa Barat, Selasa (13/10) pagu.

“Ya benar  (ditangkap) oleh Siber,” kata Argo melalui pesan singkatnya, Selasa.

Surat penangkapan atas Syahganda juga beredar dan dibenarkan oleh Argo. Surat itu bernomor SP/Kap/165/X/2020/ Direktorat Tindak Pidana Siber tertanggal 13 Oktober 2020.

Dalam surat tersebut tertulis bahwa Syahganda ditangkap setelah diduga menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Bukan hanya Syahganda, sejumlah tokoh KAMI lain juga ditangkap.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Awi Setiyono menyebutkan bahwa Anton Permana, Jumhur Hidayat dan Kingkin ditangkap. Empat orang tokoh KAMI lainnya ditangkap di Medan. Adapun yang ditangkap di Medan di antaranya, Juliana, Devi, Khairi Amri dan Wahyu Rasari Putri.

"Betul memang ada beberapa hari ini tim Siber Bareskrim Polri dan tim Siber Polda Sumatera Utara telah melakukan penangkapan terkait dengan demo Omnibus Law," ujar Awi Setiyono saat dalam konferensi pers di Kompleks Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (13/10).

In Picture: 12.000 Personel Amankan Demo Tolak UU Cipta Kerja

photo
Petugas kepolisian melakukan pengamanan jelang aksi tolak Undang-Undang Cipta Kerja di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (13/10/2020). Sebanyak kurang lebih 12.000 personel gabungan TNI, Polri dan pemprov diterjunkan untuk mengawal aksi tersebut. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc. - (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Kelima anggota KAMI yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka adalah Khairil Amri selaku Ketua KAMI cabang Medan, Devi, Juliana dan Wahyu Rasari Putri. Sementara satu tersangka lagi berasal dari Ormas KAMI Pusat atas nama Kingkin Adinda. Menurut Awi, tim penyidik mempunyai alat bukti yang cukup untuk menetapkan kelima orang tersebut sebagai tersangka, salah satu alat buktinya adalah bukti percakapan dan koordinasi di salah satu grup Whatsapp.

"Jadi total ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka, sementara tiga lainnya masih berstatus sebagai terperiksa karena belum 1x24 jam," tutur Awi.

Selanjutnya untuk kelima tersangka dijerat dengan pasal ujaran kebencian ataupun permusuhan terkait aksi unjuk rasa penolakan Undang-undang Omnibus Law Ciptakerja. Hal itu termaktub dalam pasal 45 A ayat 2 UU RI nomor 19 tahun 2014 tentang ITE dan atau pasal 160 KUHP. Dalam beleid pasal tersebut, seluruh tersangka terancam kurungan penjara 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Awi mengungkapkan, ada sebuah grup di WhatsApp yang memberikan informasi menyesatkan terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Selain itu, terdapat proposal yang berisi terkait anggaran.

"Ada percakapan di grup WA mereka. Pada intinya itu terkait dengan penghasutan sama ujaran kebencian berdasarkan SARA tentang pelaksanaan demo Omnibus Law yang berakibat anarkis. Di dalam grup itu bukan KAMI semua, kebetulan saja yang dari KAMI itu ketangkap," kata Awi.

Awi melanjutkan, di dalam grup WA tersebut akan dilacak semua identitasnya. Sebab, mereka menghasut informasi tentang Omnibus Law. Sehingga demo berakhir anarkistis. Patut diduga mereka itu memberikan informasi yang menyesatkan.

"Kalau rekan-rekan membaca WA-nya ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarkistis itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, jadi gampang tersulut," kata dia.

Awi menambahkan mereka memang merencanakan sedemikian rupa untuk membawa benda saat demo dan melakukan pengerusakan fasilitas umum. Lalu, untuk siapa yang mengkoordinirnya ia masih menyelidiki hal tersebut.

"Ajakan mereka di grup sudah ngomongin ke arah materi (uang). Proposalnya ada kok. Nanti itu barang buktinya. Tim masih di lapangan menyelidiki hal tersebut," kata dia.

Namun untuk kronologi, Awi enggan merinci secara detail peran dan juga barang bukti dari masing-masing tersangka dalam kasus tersebut. Kendati demikian, Awi berjanji, pihaknya akan mengungkap kasus tersebut setelah penyidik melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap semua pelaku.

Awi memerinci, penangkapan di mulai pada tanggal 9 Oktober 2020 atas nama KA, pada tanggal 10 Oktober 2020 giliran inisial JG dan NZ, tanggal 12 Oktober 2020 inisial WRP, semuanya ditangkap oleh direktorat siber Polda Sumatera Utara. Mereka semua ditangkap karena terkait dengan adanya demo menolak Omnibus Law yang berakhir anarkistis di Sumatera Utara.

Sementara penangkapan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2020 inisial AP, tanggal 13 Oktober 2020 inisial SG dan JH dan pada tanggal 10 Oktober 2020 inisial KA. Semuanya ditangkap oleh Tim Siber Bareskrim Polri. Kemudian penyidik akan melakukan pemeriksaan intensif sembari juga menunggu bagi yang belum ada pengacaranya.

Sementara itu, pihak KAMI belum memberikan tanggapan soal penangkapan ini. Republika telah mencoba menghubungi Deklarrator KAMI Din Syamsuddin, pada Selasa siang. Namun, ia masih belum memberikan tanggapannya.

photo
Fakta Angka UU Cipta Kerja - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement