Selasa 13 Oct 2020 16:28 WIB

Pelabuhan Patimban Resmi Beroperasi Desember

Kementerian Kelautan dan Perikanan siap untuk membantu permodalan nelayan sekitar.

Aktivitas pembangunan pelabuhan, terlihat dari kejauhan di bibir Pantai Patimban, Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, Ahad (5/5).
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Aktivitas pembangunan pelabuhan, terlihat dari kejauhan di bibir Pantai Patimban, Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, Ahad (5/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Ayodhia GL. Kalake mengatakan Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat, yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dijadwalkan mulai beroperasi Desember 2020.

"Pelabuhan terbesar kedua setelah Pelabuhan Tanjung Priok ini siap menghubungkan berbagai wilayah produktif di Subang, Indramayu, Cirebon, Brebes, dan sekitarnya. Kita terus bersinergi serta berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan stakeholder lainnya untuk finalisasi pembangunan Pelabuhan Patimban," kata Ayodhia, Selasa (13/10).

Ayodhia menjelaskan progres tersebut terungkap dalam rapat koordinasi terkait pembangunan Pelabuhan Patimban yang digelar secara virtual baru-baru ini.

Asisten Deputi Infrastuktur Konektivitas Kemenko Marves Rusli Rahim menambahkan pihaknya berharap sekitar dua bulan waktu yang masih tersisa bisa dimanfaatkan untuk menyinergikan berbagai kementerian/lembaga, termasuk mengenai dampak pembangunan infrastruktur itu terhadap nelayan setempat.

"Dengan demikian, Pelabuhan Patimban dapat dioperasikan sesuai rencana," kata Rusli.

Terkait masalah pemberdayaan nelayan yang terkena dampak dari pembangunan pelabuhan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu bersinergi dengan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Patimban.

Perwakilan Ditjen Perikanan Tangkap KKP Gunaryo menjelaskan pihaknya telah berdiskusi dengan sekitar 100 nelayan di dua tempat pendaratan ikan (TPI) Genteng dan Terungtum dan menyatakan siap membantu nelayan, baik berupa pengadaan kapal dan alat tangkapnya maupun permodalannya.

"Hal ini penting karena sebelum ada pembangunan pelabuhan, nelayan dengan kapal di bawah 2 GT bisa menangkap ikan di perairan sekitarnya. Hasilnya, mereka bisa membawa uang Rp1,5 juta-Rp2 juta tiap hari berlayar," katanya.

Namun, dengan adanya kegiatan pengerukan pelabuhan, penghasilan nelayan menurun drastis, hanya sekitar Rp 300 ribu-Rp 500 ribu per hari layar. Kini para nelayan harus berlayar lebih jauh lagi sehingga membutuhkan kapal yang lebih besar lagi.

Tak hanya bantuan kapal yang lebih besar beserta alat tangkapnya, para nelayan juga membutuhkan pelatihan mengoperasikan kapal beserta alat tangkapnya.

"Kami siap membantu nelayan, termasuk permodalannya. Dan para nelayan juga sangat tertarik dengan skema bantuan (permodalan) yang kami tawarkan," tambah Gunaryo.

Kepala KSOP Patimban Anwar mengatakan jumlah nelayan di empat TPI (Terungtum, Genteng, Laian, dan Ujunggebang) yang terkena dampak pembangunan Patimban mencapai 1.530 orang.

"Mereka butuh bantuan sekitar 648 kapal penangkap ikan berkapasitas 8 GT-10 GT," kata Anwar.

KSOP Patimban pun sudah bekerjasama dengan JICA melakukan sejumlah pelatihan bagi masyarakat sekitar lokasi proyek, termasuk pelatihan bongkar muat, kuliner, pengoperasian kapal nelayan 10 GT, security, cleaning service, dan lainnya.

Di lain sisi, rencana pengoperasian Pelabuhan Patimban disambut baik Himpunan Kawasan Industri (HKI). Beberapa hal yang menjadi harapan HKI di antaranya konektivitas dan akses jalan harus berstandar internasional, serta tersedianya hardware dan software yang memadai di pelabuhan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement