REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mencegah kerusuhan pada saat demonstrasi penolakan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan Istana Negara, polisi menggelar razia di stasiun kereta dan terminal bus. Dalam razia itu pihak kepolisian menemukan sejumlah alat yang diduga kuat digunakan untuk berbuat anarkis. Salah satunya adalah ketapel.
"Kita lakukan razia ternyata isi dalam tasnya ada ketapel, ketapel yang memang niatnya dia menggunakan itu tujuannya lain. Mengarahnya ke kerusuhan, itu salah satu kami lakukan preventif, pencegahan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Jakarta Pusat, Selasa (13/10).
Menurut Yusri, razia yang dilakukan oleh Polri dan TNI untuk menghalau agar para perusuh tidak melancarkan aksinya di saat masyarakat melakukan unjuk rasa. Namun kegiatan ini, kata Yusri, dilakukan dengan mengedepankan sikap persuasif dan humanis. Hanya saja jika ada yang berbuat anarkis, Polri bersama TNI bakal bertindak tegas.
Terkait identitas mereka yang kedapatan membawa alat tersebut, Yusri mengatakan, pihaknya masih terus mendalaminya. Jumlah mereka yang terjaring razia masih dilakukan pendataan. Ia berharap para pendemo dapat melakukan proteksi diri agar tidak disusupi oleh oknum-oknum perusuh.
"Pendemo mengamankan dirinya sendiri jangan sampai dimasuki, diprovokasi oleh pihak yang mencoba menunggangi. Unjuk rasa berjalan dengan bagus dan baik, tapi ada provokasi yang masuk," tutur Yusri.
Razia tersebut, kata Yusri, juga dilakukan untuk menjaring kelompok anarko sindikalisme yang diduga akan menyusup ke dalam aksi demonstrasi menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang diadakan oleh Persaudaraan Alumni (PA) 212 di kawasan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (13/10). Pada aksi sebelumnya yang dilakukan oleh para buruh dan mahasiswa disusupi oleh para perusuh, yang mengakibatkan kerusuhan.