REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Cirebon sepanjang tahun ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Kapolresta Cirebon, Kombes Pol M Syahduddi, menyebutkan, sepanjang Januari-September 2020, Unit PPA Satreskrim Polresta Cirebon telah menangani 59 kasus kekerasan terhadap anak. Dari jumlah tersebut, 29 kasus di antaranya telah memasuki proses penyidikan.
Sedangkan, 30 kasus lainnya, kata Syahduddi, masih dalam tahap penyelidikan untuk meminta keterangan saksi dan mengumpulkan bukti-bukti. Dia mengatakan, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mendominasi dari puluhan kasus kejahatan terhadap anak, yang ditangani Unit PPA Satreskrim Polresta Cirebon.
‘’Jumlah kasus kekerasan terhadap anak pada tahun ini meningkat dibanding tahun lalu. Selama 2019, kami menangani 39 kasus kekerasan terhadap anak,’’ kata Syahduddi, Sabtu (10/10).
Mirisnya, para pelaku kasus tersebut sebagian besar merupakan orang terdekat dari korban, baik pihak keluarga maupun tetangga korban. Di antara pelaku dan korban pun sebelumnya sering berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
Syahduddi menyatakan, para penyidik sudah bekerja maksimal dalam merespons cepat penanganan kasus kejahatan terhadap anak. Pihaknya juga bekerja sama dengan sejumlah pihak dalam penanganan kasus tersebut.
‘’Terutama pendampingan untuk memulihkan kondisi psikologis korban yang mengalami trauma,’’ kata Syahduddi.
Polresta Cirebon pun menerima penghargaan dari Komnas Perlindungan Anak (KPA) atas respon cepat pengungkapan kasus kejahatan terhadap anak. Penghargaan itu diberikan kepada Kapolresta Cirebon, Kombes Pol M Syahduddi, Kasat Reskrim, Kompol Rina Perwitasari, Kanit PPA, IPTU Dwi, dan penyidik Unit PPA Satreskrim Polresta Cirebon.
Ketua Komnas Perlindungan Anak RI, Arist Merdeka Sirait, yang diwakili Sekjen Komnas Perlindungan Anak RI, Dhanang Sasongko, menyerahkan langsung piagam penghargaan tersebut di Mapolresta Cirebon, belum lama ini.
Dihubungi terpisah, Manajer Program Women Crisis Center (WCC) Mawar Balqis, Sa’adah, mengakui, kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Cirebon memang cukup tinggi. Salah satu penyebabnya, informasi mengenai hak-hak anak selama ini banyak yang belum diketahui.
Di Kabupaten Cirebon, kata Sa’adah, hal itu berhubungan dengan tingginya pekerja migran perempuan. Anak-anak mereka akhirnya diasuh oleh kakek nenek ataupun kerabat mereka sehingga hak-hak anak menjadi tidak terpenuhi.
‘’Berdasarkan data kasus yang dilaporkan kepada kami, kekerasan terhadap anak yang paling banyak berupa kekerasan seksual,’’ terang Sa’adah kepada Republika.co.id, Ahad (11/10).
Sa’adah mengatakan, banyak pelaku kekerasan seksual kepada anak ternyata merupakan orang-orang yang justru dekat dengan korban. Karena itulah, dibutuhkan informasi mengenai isu seputar kesehatan reproduksi di tengah keluarga.
‘’Terutama di desa-desa, masih banyak yang menganggap orang dekat tidak mungkin melakukan hal itu. Tapi kenyataannya, pelaku justru banyak yang merupakan orang dekat korban,’’ kata Sa’adah.