REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menanggapi tindakan kepolisian yang menangkap VE karena menyebarkan berita bohong
atau hoaks terkait Omnibus Law Randangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di media sosial. Polisi dinilainya melanggar asas legalitas.
"Yang dilakukan kepolisian mentersangkakan hoaks RUU Cipta kerja itu prematur, bahkan jika benar keterangan baleg (belum ada draf resmi) maka polisi telah melanggar asas legalitas. Artinya materi perbuatan itu belum atau bukan merupakan tindak pidana dan telah melakukan tindakan yang berlebihan," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (11/10).
Kemudian, ia melanjutkan jika tindakan seperti ini dilakukan terus oleh kepolisian, mereka bisa terjebak menjadi alat politik ketimbang sebagai petugas negara penjaga keamanan dalam negerinya.
"Ya karena RUU Omnibus Law belum ada draf resminya maka tidak ada yang disebut berita bohong dan tidak ada sifat melawan hukumnya," kata dia.
Ia menambahkan, apa yang mau dianggap berita bohong jika draf final UU Cipta Kerja belum ada. Dan kalau kemudian nantinya ada, menurut Fickar, tindak pidananya tidak bisa retroaktif.
"Sangkaannya gugur karena melanggar asas legalitas, orang tidak bisa diproses hukum dengan perbuatan yang tidak dilarang pasal 1 ayat 1 KUHP," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Polri menangkap VE (36), terduga penyebar hoaks terkait Undang-undang Omnibus Law Ciptakerja. Hoaks atau berita bohong itu disebar melalui akun Twitter @videlyaeyang.
Salah satunya mengenai uang pesangon hingga upah minimum kota dan kabupaten dihilangkan. Unggahan Twitter tersebut dinilai kepolisian membuat masyarakat terprovokasi setelah melihat hoaks yang disebarkan oleh pelaku.
"Setelah kita melihat bahwa dari undang-undang tersebut ternyata ini adalah hoaks karena tidak benar seperti apa yang disahkan oleh DPR RI," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangannya, Jumat (9/10).
Menurut Argo, penangkapan itu dilakukan di Andani Kost Jalan Masjid Baiturrahman Mawar nomor 85, Kelurahan Karampuan, Kecamatan Panakukang, Kota Makasar, Sulawesi Selatan, pada Kamis (8/10) pukul 11.30 WITA. Motifnya adalah karena rasa kekecewaan pelaku yang kini pengangguran.
"Barang bukti yang telah diamankan dari kasus dugaan penyebaran berita bohong/hoaks terkait UU Omnibus Law melalui akun Twitter @videlyaeyang, antara lain, satu 1 Unit Smartphone Redmi 6 Pro M1805D1SE warna Hitam dengan IMEI 86870603218** dan 1 (satu) buah simcard Telkomsel 628218902**," terangnya.