REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kawasan Malioboro dibersihkan usai terjadinya kericuhan saat aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) atau Omnibus Law, Kamis (8/10). Kericuhan terjadi di Kantor DPRD DIY, yang berada di kawasan Malioboro.
"Kami sangat prihatin atas kejadian yang terjadi sore sampai petang hari ini di wilayah Kota Yogya, khususnya yang berada di wilayah utama. Ini kami sebut gerbang utama Kota Yogyakarta yaitu di Malioboro," kata Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti saat melakukan peninjauan, Kamis (8/10) malam.
Saat meninjau kawasan Malioboro usai aksi, pihaknya menemukan pecahan botol dan bohlam, batu hingga plastik. Selain itu, beberapa kerusakan fisik bangunan, kerusakan taman, pot dan beberapa infrastruktur lainnya.
Pihaknya juga telah menerjunkan petugas untuk membersihkan kawasan Malioboro. Pembersihan Malioboro ini dilakukan dengan mengerahkan 13 //dump truck, swiper car hingga mobil penyemprot.
Pembersihan ini rencananya dilakukan hingga Jumat (9/10) pagi. "Kita lihat situasinya, kalau memang diharuskan dalam konteks kebersihan ini harus menutup ya kami tutup," ujarnya.
Terkait kericuhan yang terjadi dalam aksi penolakan Omnibus Law di Yogyakarta, beberapa pihak menyayangkan hal tersebut. Salah satunya DPRD DIY. "Kami sangat menyayangkan hal ini. Semestinya tidak perlu terjadi aksi yang rusuh, sehingga menodai kemurnian perjuangan rekan-rekan pekerja," kata Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana.
Sementara itu, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta massa agar tidak anarkis. Ia menyebut bahwa DIY dan masyarakatnya tidak memiliki itikad untuk berbuat anarki.
"Saya mengimbau dan berharap kepada warga, kelompok-kelompok masyarakat, bukan karakter kita untuk berbuat anarkis di kotanya sendiri," kata Sultan berdasarkan keterangan resminya yang disampaikan Humas Pemda DIY kepada wartawan, Kamis (8/10) malam.