Kamis 08 Oct 2020 17:08 WIB

Surat Buruh Agar Presiden Cabut UU Ciptaker

Surat dari buruh dikirm lewat Sri Sultan dan Ridwan Kamil.

Sejumlah pengunjuk rasa melempari gedung DPRD Yogyakarta saat aksi menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law di Yogyakarta, Kamis (8/10/2020). Unjuk rasa tersebut berakhir ricuh dan mengakibatkan fasilitas di kawasan Malioboro rusak.
Foto: Hendra Nurdiyansyah/Antara
Sejumlah pengunjuk rasa melempari gedung DPRD Yogyakarta saat aksi menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law di Yogyakarta, Kamis (8/10/2020). Unjuk rasa tersebut berakhir ricuh dan mengakibatkan fasilitas di kawasan Malioboro rusak.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Silvy Dian Setiawan, Arie Lukihardianti, Haura Hafizah, Antara

Gelombang penolakan UU Cipta Kerja atau Ciptaker terjadi di banyak daerah di Indonesia. Aksi massa menuntut satu hal, agar Presiden Joko Widodo mencabut UU Ciptaker yang dipandang buruh dan mahasiswa peserta aksi massa merugikan.

Baca Juga

Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, termasuk salah satu kepala daerah di Indonesia yang menerima audiensi perwakilan buruh. Ada beberapa hal yang disampaikan oleh buruh kepada Sultan.

Salah satunya meminta Sultan untuk mengirim surat kepada Presiden untuk mencabut UU Ciptaker. Sultan menyebut, ia akan menyanggupi permintaan buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY tersebut.

"Mereka (buruh) menyampaikan aspirasinya supaya saya bisa memfasilitasi untuk mengirim surat kepada presiden. Saya sanggupi dengan surat yang akan ditandatangani Gubernur sebagai respons dari aspirasi mereka," kata Sultan dalam keterangan resmi yang disampaikan Humas Pemda DIY.

Ada lima perwakilan buruh yang menemui Sultan. Mereka diwajibkan untuk menjalani rapid diagnostic test (RDT) terlebih dahulu.

Audiensi dilakukan di Ndalem Agung, Kantor Gubernur DIY. Sementara, media tidak diperkenankan untuk meliput saat audiensi dilakukan.

"Perwakilan buruh diterima di Ndalem Agung. Sehingga tidak bisa diliput teman-teman media," kata Kepala Bagian Humas Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY, Ditya Nanaryo Aji.

Aksi diikuti sekitar 200 orang yang tergabung dalam berbagai serikat buruh di DIY. Selain itu, gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di DIY juga melakukan aksi Jogja Memanggil.

Aksi tersebut dilakukan dari UGM dan bergerak menuju Tugu hingga Kantor DPRD DIY. "Antara buruh dan mahasiswa tercapai sebuah kesepakatan bahwa UU Ciptaker merupakan suatu bentuk pengkhianatan DPR dan pemerintah terhadap hal-hal rakyat yang lebih mementingkan pemilik modal," kata Ketua Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsad Ade Irawan.

"Kita juga mendesak kepada pemerintah daerah DIY untuk mengirimkan mosi tidak percaya kepada Presiden Jokowi, DPR RI dan partai-partai yang mendukung UU Ciptaker," kata Irsad.

Selain itu, buruh DIY juga meminta Sultan untuk meningkatkan pendapatan buruh. Yakni dengan membantu dan memfasilitasi koperasi buruh.

"Sehingga, buruh dapat lebih sejahtera dengan adanya koperasi-koperasi di pabrik dan koperasi-koperasi gabungan di tingkat provinsi," ujarnya.

Pihaknya juga meminta penetapan upah minimum kabupaten/kota se-DIY pada 2021 disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak (KHL). Irsad menyebut, pihaknya telah melakukan survei terkait KHL di Kota Yogyakarta.

Hasil dari survei tersebut, upah minimum yang ditetapkan jauh dari KHL. "Kita temukan angka Rp 3 juta, upah minimum di Kota Yogya baru sekitar Rp 2,2 juga. Artinya buruh masih defisit sekitar Rp 800 ribu. Kita minta kepada gubernur agar menerapkan upah minimum kab/kota 2021 sesuai KHL," jelasnya.

Di Bandung, ribuan buruh melakukan aksi di depan Gedung Sate menolak tegas pelaksanaan Omnibus Law UU Ciptaker. Perwakilan buruh pun kemudian melakukan komunikasi dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Sedikitnya ada 10 perwakilan buruh yang ikut audiensi tersebut.

Ridwan Kamil mengatakan, aspirasi dari para buruh yang menolak UU Ciptaker harus didengarkan secara seksama dan baik-baik. Buruh menilai banyak aturan seperti pesangon, hak cuti, dan pelatihan yang tidak dibayar.

"Dan itu dianggap merugikan mereka (buruh)," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil dalam konferensi pers, Kamis (8/10).

Emil mengatakan, buruh pun paham ada proses hukum yang bisa ditempuh untuk menghentikan pelaksanaan UU Ciptaker. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) secepat mungkin.

"Jadi UU ini jangan dulu disahkan untuk dijalankan," kata Emil.

Saat ini sudah ada surat yang ditandatangani Ridwan Kamil terkait dengan permintaan para buruh ini. Menurutnya, ada dua poin utama yang diinginkan para buruh.

"Pertama, menolak dengan tegas UU Omnibus Law. Kedua, meminta presiden mengeluarkan Perppu pengganti UU terhadap permasalahan ini," katanya.

Surat ini, nantinya akan diberikan kepeada Presiden Jokowi dan DPR. Emil berharap surat ini dibaca para petinggi, termasuk Presiden Joko Widodo. "Saya harap Pak Jokowi membaca," katanya.

Menurut Emil, masih ada kesempatan untuk pemerintah tidak menjalankan UU ini. Maka, harapannya surat dari buruh dan masukan mereka bisa didengarkan.

Ridwan Kamil  pun berharap para buruh maupun massa lainnya yang menolak UU Cipta Kerja bisa melakukan aksi dengan tertib. Aspirasi yang disampaikan jangan sampai berujung pada aksi anarkis yang merugikan orang lain.

"Kepada mereka yang bukan buruh untuk mengendalikan diri karena substandi dari permasalahh ini. Mudah-mudahan besok tidakk ada lagi demo dan bisa kembali produktif," katanya.

Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah menggandeng masyarakat terutama kelompok buruh dalam membahas aturan turunan UU Ciptaker. Menurut Puan hal itu harus dilakukan untuk membuat aturan rinci yang jelas dan dapat diterima semua pihak.

"Kami mendorong pemerintah untuk menggandeng berbagai kelompok pekerja agar terlibat dalam pembahasan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja. Keterlibatan pekerja dibutuhkan untuk memperinci UU Cipta Kerja," kata Puan dalam keterangannya.

Puan menegaskan bahwa DPR RI akan mengawal untuk memastikan bahwa aturan turunan UU Cipta Kerja memberikan manfaat yang adil bagi semua pihak. Menurut dia, aturan turunan yang harus dibahas bersama buruh di antaranya adalah tentang pengupahan, tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan, tentang pekerja asing, serta tentang hubungan kerja dan waktu kerja.

"DPR RI akan mengawal untuk memastikan aturan turunan UU Cipta Kerja memberikan manfaat yang adil bagi semua," ujarnya.

Menurut dia, DPR RI melibatkan partisipasi publik dalam pembahasan RUU Cipta Kerja hingga disetujui menjadi undang-undang pada 5 Oktober 2020. Dia mengatakan, pembahasannya pun dilakukan transparan dan terbuka, serta dapat disaksikan masyarakat melalui siaran langsung di laman DPR RI.

Untuk mengakomodasi aspirasi kelompok pekerja, kata Puan, DPR RI membentuk Tim Perumus bersama kelompok pekerja yang merasa belum diakomodasi pemerintah. "UU Cipta Kerja tidak hanya bertujuan menarik investasi dan meningkatkan daya saing Indonesia, melainkan juga untuk memperluas lapangan kerja yang baik," katanya.

Dia menegaskan bahwa DPR RI akan mengawasi penerapan UU Cipta Kerja agar tetap mengutamakan kepentingan rakyat. Menurut dia, apabila undang-undang itu dinilai belum sempurna, maka sebagai negara hukum terbuka ruang untuk dapat menyempurnakan undang-undang tersebut melalui mekanisme yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

"DPR melalui fungsi pengawasan akan terus mengevaluasi saat undang-undang tersebut dilaksanakan dan akan memastikan bahwa undang-undang tersebut dilaksanakan untuk kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia," ujarnya.

Mabes Polri mengimbau kepada seluruh masyarakat yang menolak UU Ciptaker agar melalui jalur hukum. Misalnya, dengan melalui pengajuan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan penolakan melalui demonstrasi berpotensi terjadinya penyebaran virus corona. Oleh sebab itu, penolakan ini harus melalui jalur hukum agar bisa mencegah terjadinya klaster baru Covid-19.

"Imbauan kepada masyarakat agar penolakan Omnibus Law dibawa ke MK," katanya.

Apalagi, kata Argo, sejauh ini, sudah ditemukan adanya 27 pedemo yang tolak UU Cipta Kerja yang dinyatakan reaktif terhadap virus corona. Hasil itu merupakan hasil pemeriksaan Rapid Test yang dilakukan di wilayah hukum DKI Jakarta atau Polda Metro Jaya.

"Dari data terbaru, ditemukan ada 27 orang dinyatakan reaktif Covid-19," kata dia.

Terkait aksi unjuk rasa, Argo memastikan jajaran kepolisian akan melakukan pengamanan semaksimal mungkin agar massa tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak benar atau hoaks. Diharapkan warga yang demonstrasi agar tetap memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

photo
infografis aturan tenaga kerja dalam UU cipta kerja - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement