Selasa 13 Oct 2020 06:49 WIB

Pajak Nol Persen Mobil Baru Mungkinkah ?

Efektifitas kebijakan pajak nol persen mobil masih tanda tanya.

Jurnalis Republika, Hiru Muhammad
Foto: Republika TV/Fakhtar Kahiron Lubis
Jurnalis Republika, Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Hiru Muhammad*

Jelang penghujung bulan September lalu bertiup angin segar bagi dunia otomotif berupa wacana pemangkasan pajak kendaraan roda empat hingga nol persen. Dalam waktu singkat wacara itu menjadi perbincangan hangat di sejumlah media massa. Wacana yang disampaikan Kemenperin tersebut memang menarik karena dihembuskan saat Indonesia berjuang bangkit dari keterpurukan ekonomi dan ancaman resesi.

Kalangan otomotifpun masih menunggu kepastian jawaban dari kebijakan pemerintah tersebut. Meski disambut gembira karena diharapkan dapat mendokrak daya beli masyarakat, namun di tengah ancaman resisi saat ini efektifitas kebijakan tersebut menjadi dipertanyakan. Hal itu juga berpengaruh pada rencana peluncuran sejumlah produk baru guna merangsang pasar yang lesu.

Selain itu calon konsumen yang hendak membeli mobil baru setelah mengetahui rencana tersebut akan memilih menunggu. Apalagi pilihan membeli mobil baru di saat pandemi saat ini bukanlah pilihan yang menarik, khususnya bagi mereka yang berkocek pas-pasan. Masyarakat lebih memilih menunda pembelian mobil baru sambli menanti keputusan pemerintah tersebut.

Namun, di sisi lain kalangan industri otomotif harus bergerak cepat, mengingat saat ini sekitar 1,5 juta tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor industri otomotif. Roda bisnis harus segera berputar agar tidak terjadi PHK massal di sektor otomotif ini yang telah memberikan kontribusi PDB non migas hingga 3,98 persen tahun lalu.

Secara keseluruhan yang dapat merangsang pasar otomotif umumnya terbagi dalam tiga bagian. Pertama adalah kondisi ekonomi yang sepanjang tahun ini memberikan kontribusi negatif bagi penjualan akibat pandemi Covid-19. Kedua adalah penawaran produk baru ke pasar baik sekedar facelift atau all new product bagi konsumen yang sedang mencari kendaraan. Ketiga adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Penetapan kebijakan pemerintah dengan waktu yang tepat dapat memberikan pengaruh besar bagi industri otomotif. Terutama dalam menentukan strategi yang harus dilakukan berikutnya.  Demikian pula sebaliknya, meski niatnya baik, namun terlambat atau terlalu cepat juga akan memberikan dampak yang berbeda.

Komponen pajak kendaraan baru terdiri dari pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) biaya balik nama (BBN), penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak kendaraan bermotor (PKB). Munculnya beragam jenis kategori kendaraan yang diproduksi di tanah air dengan pajak yang beragam tentunya tidak bisa disamarakatan nol persen. Barangkali bisa dipertimbangkan pemangkasan disesuaikan dengan kategori kendaraan. Seperti kapasitas mesin, jenis kendaraan, ukuran kendaraan dan indikator lainnya yang biasa digunakan untuk menentukan besaran pajak.

Selain itu pemberian potongan pajak hingga nol persen mungkin bisa dipertimbangkan diberikan ke kendaraan komersial. Hal ini diyakini dapat membantu meringankan roda bisnis sektor industri yang menggunakan kendaraan komersial karena memberikan efektifitas yang lebih besar baik untuk kepentingan niaga maupun penumpang komersial.

Apabila melihat ke kawasan ASEAN, menurut data ASEAN Automotive Federation, sejak Januari hingga Agustus tahun ini, jumlah penjualan kendaraan di Indonesia mencapai 323.507 unit. Jumlah itu jauh di bawah periode yang sama tahun lalu yang mencapai 661.919 unit. Angka penurunan terendah tahun ini terjadi pada bulan Mei yang hanya mencapai 3551 unit. Jauh dibanding dengan Mei tahun lalu yang mencapai 84.109 atau minus 95,8 persen.   Sedangkan Thailand tahun lalu mencatat penjualan hingga 685.652 tahun ini turun menjadi 456.858.  Thailand dan Malaysia juga berupaya mengatasi masalah tersebut dengan berbagai stimulus guna menyelamatkan industri otomotif dari ancaman kebangkrutan.

 

Selain itu, turunnya harga mobil baru tentunya akan berpengaruh pada penjualan mobil bekas. Masyarakat akan lebih tertarik membeli mobil baru yang harganya jauh di bawah harga saat ini, dibanding membeli mobil bekas. Kondisi ini tentunya bukanlah kabar yang menggembirakan bagi kalangan pengusaha mobil bekas yang selama ini sudah memiliki segmen pasar tersendiri. Tergerusnya pasar mobil bekas akan menjadi persoalan baru yang tidak bisa diabaikan. 

Harapan serupa juga disuarakan Asosiasi Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia ( AISI) yang berharap kebijakan tersebut dapat meringankan beban industri sepeda motor. Dampak yang muncul dari wacana tersebut juga berimbas pada pembelian sepeda motor yang telah lesu sejak pandemi ini berlangsung Maret lalu.  Sejak Januari hingga Agustus lalu data AISI menyebutkan angka pemasaran domestik mencapai 2.495.801 unit sepeda motor. Jumlah ekspor mencapai 395.753 unit sepeda motor. Semoga saja apapun keputusan yang dikeluarkan pemerintah adalah yang terbaik, meski tidak mampu memuaskan semua kalangan. Setidaknya mampu mengurangi beban industri otomotif tanpa menimbulkan persoalan baru yang sulit diselesaikan. 

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement