Rabu 07 Oct 2020 22:25 WIB

Guru Besar UGM: RUU Ciptaker tak Bisa Diakses Publik

UU Ciptaker dinilai disusun tidak transparan, naskah RUU tidak bisa diakses publik.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar saat menjadi pembicara dalam diskusi publik Mahkamah Konstitusi Ikhtir Menjaga Integritas dan Profesionalitas Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (9/3).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar saat menjadi pembicara dalam diskusi publik Mahkamah Konstitusi Ikhtir Menjaga Integritas dan Profesionalitas Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (9/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zainal Arifin Mochtar menilai, Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dibuat dengan cara tidak transparan. Publik dan sebagian lembaga negara tidak mendapatkan naskah RUU Ciptaker, tapi tiba-tiba RUU itu sudah ada di DPR.

"Kita tidak bisa mengakses sama sekali. Padahal, partisipasi dan sosialisasi tidak bisa dilepaskan dari konteks penyusunan aturan," kata Zainal, Rabu (7/10).

Baca Juga

Zainal juga menilai, penyusunan UU tersebut, sama sekali tidak melibatkan publik. Padahal, Omnibus Law Cipta kerja memuat 79 UU dan lebih dari 1.200 pasal dari belasan klaster.

"Proses pengayaan wacana di dalamnya tidak ada, padahal 11 klaster yang ada memiliki logika dan paradigma yang berbeda. Bagaimana digabung dalam satu konteks dan dilakukan secara cepat," tambah dia.

Selain itu, menurutnya, penyusunan UU Ciptaker tidak melibatkan pemangku kepentingan yang terkait. Penyusunannya hanya dilakukan oleh orang-orang terpilih yang mendukung UU tersebut.

"Belum lagi keterlibatan internal DPR yang tidak memenuhi ketentuan tata tertib. Bisa dibayangkan bagaimana saat paripurna, masing-masing anggota DPR tidak memegang drafnya," paparnya.

Atas dasar itu, menurut Zainal, UU Ciptaker sangat pantas diuji materi ke ke Mahkamah Konstitus (MK).

"Saya membayangkan uji materi merupakan jalan yang paling pas, karena uji materi menjadi ajang pembuktian dan pada saat yang sama dilakukan tekanan publik. Apapun pilihan tekanan publik sepanjang tidak melanggar hukum dan protokol kesehatan," ujar Zainal.

Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjadjaran, Prof Susi Dwi Harjanti mengatakan, melalui proses uji materi di MK akan dapat dibuktikan apakah UU tersebut konstitusional atau inkonstitusional.

"UU Ciptaker ini punya masalah, dari aspek formil maupun subtansi," kata Susi.

photo
infografis aturan tenaga kerja dalam UU cipta kerja - (republika)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement