Rabu 07 Oct 2020 06:25 WIB

Satgas Covid-19: Demo Harus Ikuti Protokol Kesehatan

Kepolisian diminta tak berlebihan menyikapi aksi unjuk rasa para buruh.

Demonstran melakukan aksi saat unjuk rasa tolak Undang-Undang Cipta Kerja,  di Depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, (6/10/2020). Aksi  ini menolak dan menuntut pembatalan serta menuntut pembuatan Perppu untuk Undang-Undang Cipta Kerja tersebut berakhir ricuh.
Foto: NOVRIAN ARBI/ANTARA FOTO
Demonstran melakukan aksi saat unjuk rasa tolak Undang-Undang Cipta Kerja, di Depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, (6/10/2020). Aksi ini menolak dan menuntut pembatalan serta menuntut pembuatan Perppu untuk Undang-Undang Cipta Kerja tersebut berakhir ricuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Penanganan Covid-19 mengimbau seluruh pihak yang menyampaikan aspirasi melalui aksi unjuk rasa menentang pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) tetap menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Imbauan ini muncul setelah gelombang demonstrasi terus mengalir dan menciptakan kerumunan massa.

Kondisi ini dikhawatirkan justru memunculkan klaster penularan Covid-19 baru, mengingat klaster industri sendiri sudah lebih dulu muncul.b"Satgas mengimbau pada masyarakat yang ingin melaksanakan hak-haknya dalam berdemokrasi untuk tetap menerapkan protokol kesehatan. Tetaplah memakai masker serta menjaga jarak. Klaster industri sudah banyak bermunculan," ujar Juru Bicara Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, di kantor presiden, Selasa (6/10).

Wiku mengingatkan, kerumunan yang terjadi pada aksi massa hari ini memiliki potensi sebagai media penularan Covid-19. Kendati begitu, Satgas Penanganan Covid-19 juga tidak memiliki wewenang untuk melakukan pembubaran keramaian massa.

Satgas, menurut Wiku, hanya bisa memberikan imbauan agar masyarakat peserta aksi massa untuk mematuhi protokol kesehatan. "Sampai dengan saat ini, tidak ada rencana untuk menggunakan UU Kekarantinaan dalam merespons ini. Pembubaran kegiatan aspirasi merupakan kewenangan dari pihak aparat penegak hukum dalam hal ini, kepolisian yang sedang bertugas," katanya.

Dia pun meminta seluruh peserta aksi massa agar mematuhi arahan pihak kepolisian yang mengawal jalannya penyampaian aspirasi.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan, aksi-aksi unjuk rasa menentang UU Ciptaker dijegal aparat kepolisian. Hal ini terjadi setelah keluarnya Surat Telegram Kapolri terkait instruksi tersebut.b"Dari pantauan kami, ada banyak penjegalan aksi di berbagai daerah,"bkata Direktur YLBHI, Asfinawati, kepada Republika, Selasa (6/10).

Menurut Asfi, pembentukan tim advokasi untuk demokrasi karena ancaman kriminalisasi terhadap peserta aksi terbuka lebar. "Pandemi Covid-19 menjadi alasan kepolisian menggunakan kekuatan berlebihan," katanya.

Asfinawati mengingatkan, Polri adalah alat negara, bukan alat pemerintah. Selain itu, kepolisian dalam tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat harus melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. "Kami mendesak Presiden sebagai pimpinan langsung kapolri untuk tidak mengganggu netralitas serta independensi yang seharusnya diterapkan Polri," ucapnya.

Aksi unjuk rasa menolak UU Ciptaker terjadi di berbagai daerah kemarin. Di Jawa Timur, ratusan buruh di Surabaya secara serentak menggelar aksi penolakan di depan Gedung DPRD Jatim. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Surabaya, Dendy Prayitno menegaskan, gelombang aksi akan terus digelorakan para buruh, yang puncaknya dilaksanakan pada 8 Oktober 2020.

Ratusan buruh di kawasan Ngoro Industrial Park Mojokerto juga menggelar aksi mogok kerja di depan pabrik masing-masing. Salah seorang aktivis buruh, Munawaroh mengatakan, mogok kerja akan berlangsung hingga tiga hari ke depan.Seluruh buruh akan berhenti beraktivitas dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 09.00 WIB.

Di Jawa Barat, ratusan buruh yang tergabung dalam serikat pekerja melakukan unjuk rasa di sejumlah wilayah di Bandung Raya, seperti di Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi sejak Selasa (6/10) pagi. Sebagian buruh melakukan unjuk rasa di kawasan industri Rancaekek, Kabupaten Bandung. Akibatnya, ruas jalan menuju Garut dan Bandung tersendat, sejumlah petugas kepolisian dan TNI ikut mengawal jalannya aksi tersebut.

Di Kota Bandung, ratusan buruh berkumpul di depan mal Bandung Electronic Center (BEC) di Jalan Purna warman. Mayoritas buruh menggunakan sepeda motor dalam melakukan aksinya.

Sementara itu, tak ada buruh dari daerah penyangga yang berhasil memasuki Ibu Kota kemarin. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus menyatakan, pihaknya telah melakukan penyekatan di beberapa titik keberangkatan buruh dari luar menuju Jakarta.

Sebanyak 9.236 personel gabungan dari TNI-Polri dan pemerintah setempat pun disiagakan guna mengantisipasi unjuk rasa. "Kesiapan kami tetap mengantisipasi, Polda Metro Jaya bersama TNI dan juga pemerintah provinsi dalam hal ini Satpol PP, kita sudah siapkan petugas di situ. Kami mengamankan tempat yang menjadi jalurnya titik yang krusial," ujar Yusri di Kompleks Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (6/10). (sapto andika candra.rizky suryarandika/dadang kurnia/m fauzi ridwan/ali mansur ed: fitriyan zamzami)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement