Selasa 06 Oct 2020 14:21 WIB

'Dimensi Moral Harus Warnai Kerja Pers Islam'

Hasil kerja pers harus mencerahkan dan memberikan edukasi ke masyarakat pembacanya.

Rep: my32/my33/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum PP Muhammadiyah - Haedar Nashir
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua Umum PP Muhammadiyah - Haedar Nashir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia jurnalistik saat ini dinilai memerlukan pembenahan kembali. Hal itu dikarenakan saat ini jurnalistik dihadapkan pada pertarungan antara realitas, sosial, dan aktualitas.

"Dalam konteks kehidupan biasanya kita ini diselamatkan oleh kerja-kerja wartawan dan kerja-kerja para ilmuwan yang berdiri tegak di atas prinsip kebenaran dihubungkan antara realitas yang apa adanya dengan fakta sosial dan konstruksi sebagai sebuah alat pikiran dan perspektif," ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, saat memberikan sambutan pada acara 'Peluncuran Lembaga Uji Kompetensi Wartawan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Senin (5/10).

Menurut Haedar, di tengah perkembangan perabadan yang sangat pesat serta kuatnya arus informasi dari berbagai media, baik media cetak maupun media online, dimensi moral atau etika harus mewarnai kerja pers Islam.

"Hasil kerja pers Islami harus tetap mengacu ide dan semangat Islam, yaitu agama yang damai dan mencerahkan. Hasil kerja pers harus mencerahkan dan memberikan edukasi ke masyarakat pembacanya, bukan sebaliknya memecah dan mengadu domba," papar Haedar.

Dunia jurnalisme, menurut Haedar, saat ini juga bisa saja ditenggelamkan oleh hiruk-pikuk disinformasi. Sehingga jurnalisme saat ini sangat penting untuk memiliki kompetensi. 

"Definisi disinformasi sendiri merupakan upaya sengaja yang seringkali teratur, berulang, dan disengaja untuk membingungkan atau memanipulasi seseorang. Sehingga saat ini dunia jurnalisme bisa menghadapi risiko ditenggelamkan oleh hiruk-pikuk disinformasi. Makanya dalam hal ini nanti di ujungnya menjadi penting sekali yang namanya kompetensi bagi para jurnalis," ujar Wakil Pemimpin Redaksi RTV, Makroen Sanjaya. 

Makroen melanjutkan, saat ini sistem media dipenuhi dengan periklanan dan komersialisme seringkali merugikan dan terkadang membawa bencana bagi budaya. Untuk itu jurnalis harus memiliki peran dalam menangani hal tersebut.

Sementara itu, untuk melahirkan wartawan yang berintegritas cukup meneladani empat sifat Rasulullah yakni shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (penyampai), dan fathonah (cerdas) plus keindonesiaan. Wartawan menurut dia memang  harus memiliki sifat kejujuran. 

“Kalau kita ingin melahirkan wartawan yang berintegritas cukup meneladani empat sifat Rasulullah plus keindonesiaan, karena kita di Indonesia. Jadi wartawan itu memang harus jujur. Tanpa kejujuran tidak mungkin dia bisa melakukan fungsinya sebagai penyampai," ujar Anggota Dewan Pers, Jamalul Insan.

Acara kemarin sekaligus menjadi momen peresmian Lembaga Uji Kompetisi Wartawan yang dikelola UMJ.  "Sudah sejak lama Muhammadiyah fokus dalam keilmuan. Jurnalisme itu juga menjadi bagian dalam memberi kemajuan serta pencerahan dan menjadi bagian dari dakwah," tutur Haedar.

Menurut Haedar, keberadaan lembaga Uji Kompetensi Wartawan UMJ adalah untuk memberikan pelatihan dan meningkatkan kualitas wartawan baik di lingkungan Muhammadiyah maupun khalayak umum.

Haedar berharap, Lembaga Uji Kompetensi Wartawan ini dapat menjadi kontribusi Muhammadiyah dalam turut menelurkan jurnalis yang berkualitas sehingga turut memperkokoh pilar demokrasi keempat. Apabila pilar demokrasi tersebut kokoh tentu juga dapat menentukan arah kemajuan bangsa yang turut dapat mengawal jalannya pemerintahan di Indonesia secara baik.

"Uji Kompetensi Wartawan ini dapat menjadi tonggak awal bagi penyebarluasan islam berkemajuan," kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement