REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat memberikan 14 varian dalam bentuk 2.500 bungkus bubuk kopi kepada tenaga kesehatan (nakes) yang bertugas menangani pasien Covid-19 di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet di Hari Kopi Sedunia. Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos mengatakan melalui banyaknya varian kopi yang diberikan, mereka ingin menunjukkan dua pesan nyata, pertama, sebagai perwujudan banyaknya dukungan kepada para pejuang kesehatan di Wisma Atlet itu.
"Kedua, sebagai bentuk edukasi di Hari Kopi Sedunia bahwa Indonesia memiliki varietas kopi yang begitu banyak dengan kualitas yang tinggi," kata Riki, Jumat (2/10).
Yayasan KEHATI bersama Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI) dan beberapa pihak pegiat dan pebisnis kopi di Indonesia menyerahkan 2.500 kopi bubuk dalam berbagai ukuran kemasan dengan varian yang beragam, antara lain Arabika Flores Colol, Java Cikuray, Toraja, Aceh Gayo, Sumatera Dolok, Malabar Pangalengan, Toraja sapan, Toraja sesean, Yellow Catura, Arabika Manggarai, Robusta Manggarai, Arabika Kerinci, Arabika Mandailing, dan Robusta Tanggamus.
Kakesdam-Koordinator Wisma Atlet Kolonel CKM Dr Stefanus Dony yang mewakili nakes menerima 2.500 bungkus bubuk kopi tersebut. Direktur Eksekutif SCOPI Paramita Mentari Kesuma mengatakan SCOPI bersama para anggota, mitra dan petani kopi dampingannya menginisiasi aksi kopi kolaborasi sebagai wujud rasa terima kasih dan apresiasi kepada para tenaga kesehatan yang selalu siaga berjuang selama pandemi Covid-19.
"Kami persembahkan keberagaman kopi Indonesia yang didapat langsung dari petani kopi di berbagai daerah. Hari Kopi Internasional menjadi momentum yang sangat baik untuk mewujudkan kolaborasi ini,” ujar dia.
Berdasarkan laman pdki-indonesia.dgip.go.id, terdapat 30 Indikasi Geografis (IG) kopi
Indonesia dengan status didaftar, yang menunjukkan kekayaan kopi dari berbagai origin atau asalnya. Lokasi kebun kopi, varietas yang ditanam serta teknik pengolahan kopi yang beragam membuat tiap origin kopi memiliki keunikan rasa dan aroma tersendiri.
Menurut Direktur Program TFCA-Sumatera Samedi, kopi bisa menjadi pintu masuk untuk mengatasi persoalan penggunaan kawasan hutan non-prosedural, khususnya di perbatasan dengan kawasan konservasi seperti taman nasional yang banyak terjadi di berbagai wilayah.
Samedi berharap kopi sebagai sebuah peluang meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjadi benteng konservasi melalui peningkatan profesionalisme petani tentang
produksi dan bisnis kopi di luar kawasan konservasi.
Tidak hanya kepada para pejuang konservasi, di tengah pandemik Covid-19 melalui momentum Hari Kopi Sedunia, pegiat kopi berkeinginan mengapresiasi para pejuang kesehatan yang telah berjibaku menyembuhkan pasien Covid-19 yang bekerja di RSD Wisma Atlet.