REPUBLIKA.CO.ID., NGAWI -- Satuan Reskrim Polres Ngawi, Jawa Timur, menangkap tiga ersangka kelompok pengedar uang palsu di wilayah Kabupaten Ngawi yang meresahkan warga. Kepala Satuan Reskrim Polres Ngawi,AKP I Gusti Agung Ananta Pratama, mengatakan, mereka adalah Sumarji, Sarkam, dan Sumardi. Nama yang terakhir merupakan pensiunan PNS sekaligus mantan kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Madiun.
"Selain ketiga tersangka, Kami juga menyita barang bukti berupa sepeda motor, mobil, dan upal senilai Rp546,1 juta," ujar Pratama,di Ngawi, Rabu.
Menurut dia, ketiga orang itu ditangkap setelah mereka menerima laporan dari seorang korban. Polisi kini juga sedang mengejar AT yang diduga menjadi otak dari komplotan peredaran uang palsu itu.
Berdasarkan pengakuan tersangka, AT yang kini masih buron diduga menyerahkan upal senilai Rp1 miliar kepadaSumarji. Dari jumlah itu, uang palsu sebanyak Rp100 juta diserahkan kepada Sumardi dan uang palsu Rp400 juta untuk Suwandi, tersangka lainnya yang berhasil dibekuk petugas Satreskrim Polrestabes Surabaya.
"Setelah diedarkan, masing-masing wajib menyetorkan hasilnya 30 persen ke tersangka AT," kata Pratama.
Polisi juga menjelaskan peran Sarkam. Pria itu diduga membantu Sumardi mengedarkan uang palsu di Kabupaten Ngawi. Modusnya transfer uang palsu itu ke salah satu agen BRI Link di Desa Babadan, Kecamatan Pangkur, Kabupaten Ngawi. "Tersangka Sarkam terbukti melakukan empat kali transfer dengan nilai Rp44,5 juta," kata dia.
Lebih lanjut Pratama mengatakan, uang palsu yang diedarkan komplotan AT saat diamati 80 persen mirip aslinya. Secara kasatmata, uang palsu itu juga memunculkan gambar pahlawan ketika diterawang. Uang palsu itu juga terasa kasar saat diraba. Namun, saat diperiksa menggunakan sinar UV tidak muncul garis putus-putusnya.
Polisi meminta masyarakat berhati-hati. Sebab, sudah ada sebagian yang terlanjur beredar ke pasaran. Jika ada yang menemukan upal segera lapor ke polisi. "Saat ini kami terus berkoordinasi dengan Polrestabes Surabaya maupun Polda Jawa Timur untuk mengungkap kasus tersebut," katanya.
SementaraSumardi mengaku terpaksa ikut mengedarkan uang palsu karena kepepet memiliki pinjaman sebesar Rp1 miliar.
Pria yang pada 2013 juga mencalonkan diri sebagai bupati Madiun itu menyebut, dari uang palsu Rp100 juta yang diedarkannya, ia dijanjikan keuntungan 70 persen atau Rp70 juta. "Kalau berhasil mengedarkan uang palsu, yang disetorkan ke sana (tersangka utama) hanya 30 persen, makanya saya tertarik," kata Sumardi.
Sumardi mengaku memiliki pinjaman mencapai Rp1 miliar setelah gagal terpilih sebagai kepala daerah tujuh tahun lalu. Sementara, dia kini hanya mengandalkan penghasilan dari pensiunan PNS. Ia mengaku menyesal telah nekad melakukan tindakan kriminal itu.