REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memilki fungsi advokasi bagi masyarakat. Yaitu, advokasi negatif dan advokasi positif.
Menurut Plt Deputi Hukum Advokasi dan Pengawasan Regulasi BPIP Dr Ani Purwanti, BPIP memiliki Direktorat Advokasi. Dan, Direktorat advokasi memiliki tiga sub-direktorat, yang salah satunya adalah Direktorat Pendampingan.
Pendampingan advokasi ini juga dibagi dua. Yaitu, pendampingan advokasi negatif dan advokasi positif. Untuk yang advokasi negatif, BPIP memberikan pendampingan secara hukum kepada masyarakat yang mengalami masalah atau yang merasa nasionalisme terusik.
Misalnya, ada kasus anak sekolah tak mau hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia di Malang, Jawa Timur. Sekolah ini memberikan tindakan terhadap siswa tersebut.
Namun, tindakan dari sekolah itu tak diterima oleh orang tua siswa dan menggugat pihak sekolah secara hukum ke pengadilan. Pihak sekolah kemudian mengajukan surat secara resmi ke BPIP untuk meminta pendampingan hukum.
“BPIP pun sekarang sedang berproses mendampingi pihak sekolah dalam persidangan,” kata Ani di sela acara kegiatan Advokasi Positif BPIP bertajuk Pembekalan Nilai-Nilai Pancasila Kepada Pegiat Kampung di Kabupaten Lumajang , Jawa Timur, Ahad (27/9).
Sementara untuk advokasi positif, BPIP memberikan pendampingan dan dukungan kepada pihak-pihak yang atau kelompok masyarakat yang konsisten mengamalkan Pancasila dalam tindakan. Di mana, masyarakat bisa melihat dan meniru Pancasila dari orang-orang atau kelompok ini.
Misalnya, seperti advokasi positif kepada para kelompok masyarakat yang tergabung dalam pegiat kampung tematik di Kabupaten Lumajang dan sekitarnya ini. Di mana, para pegiat kampung tematik ini melaksanakan dan mengamalkan gotong royong yang menjadi inspirasi dari Pancasila.
Misalnya, di Kampung Karamba, RW 05 Desa Ditotrunan, Kabupaten Lumajang. Masyarakat di kampung ini konsisten selama beberapa tahun terakhir mengamalkan salah satu semangat Pancasila yaitu gotong royong, untuk mengubah kampung mereka yang tadinya kumuh dan tidak produktif, menjadi bersih, asri, dan menghasilkan nilai.
Karena, masyarakat di sini gotong royong bahu-membahu memanfaatkan sungai yang mengalir di kampung mereka dengan dibersihkan, mencegah perilaku buang sampah sembarangan, dan mereka membuat karamba. Sehingga, mereka bisa melakukan budi daya ikan. Mereka juga bekerja sama dalam membuat kebun dan budi daya tanaman.
Mereka juga menularkan semangat gotong royongnya ini kepada pegiat kampung tematik lainnya. Tidak hanya di Lumajang, tetapi juga di kampung dari kabupaten/kota lainnya seperti Pasuruan, Probolinggo, dan Malang.
“Peran para pegiat kampung ini kita berikan apresiasi agar mereka bisa menjadi contoh para masyarakat di sekitarnya. Negara mengakui kiprah mereka dengan memberikan sertifikat,” kata Ani.
Selain itu, pendampingan advokasi positif BPIP terhadap masyarakat ini dengan bekerja sama dengan Ikon Pancasila 2017 yaitu Bambang Irianto ke kampung-kampung tematik ini. Di mana, Bambang Irianto yang sudah lebih dulu membangun kampung tematik di Malang, ikut membina pendirian kampung-kampung tematik di sejumlah daerah seperti di Lumajang dan sekitarnya.
“Jadi masyarakat pegiat kampung tematik ini kita damping dan kita beri dukungan,” kata Ani.