REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menegaskan Vanuatu bukan perwakilan warga Papua. Indonesia menyatakan hal itu saat menyampaikan hak jawab atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilontarkan oleh negara Pasifik itu terhadap Indonesia.
“Anda bukanlah representasi dari orang Papua, dan berhentilah berfantasi untuk menjadi salah satunya,” kata Silvany Austin Pasaribu, diplomat muda yang mewakili Indonesia menggunakan hak jawab, di Sidang Umum PBB, Sabtu (26/9).
Dalam rekaman video resmi PBB, Silvany menyebut Vanuatu memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana Indonesia harus bertindak atau memerintah negaranya sendiri. Sebab hampir setiap tahun dalam Sidang Umum PBB, Vanuatu selalu menyinggung isu dugaan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat Papua.
Indonesia menganggap tuduhan itu sengaja digaungkan untuk mendukung separatisme. “Indonesia akan membela diri dari segala advokasi separatisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian terhadap hak asasi manusia yang artifisial,” kata Silvany.
Ia menegaskan sejak 1945, Papua dan Papua Barat merupakan bagian dari Indonesia yang merupakan keputusan final dan tidak dapat diubah. Hal ini juga telah didukung dengan tegas oleh PBB serta komunitas internasional sejak beberapa dekade lalu.
“Prinsip-prinsip Piagam PBB yang jelas tidak dipahami Vanuatu adalah penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial,” ujar Silvany.
Dalam jawabannya, Silvany juga mempertanyakan bagaimana Vanuatu “menceramahi” Indonesia mengenai isu HAM di Papua. Padahal, negara itu belum meratifikasi konvensi internasional tentang penghapusan diskriminasi rasial dan menandatangani perjanjian internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
“Kami menyerukan kepada Pemerintah Vanuatu untuk memenuhi tanggung jawab hak asasi manusia Anda kepada rakyat Anda dan dunia. Jadi sebelum Anda melakukannya, mohon simpan khotbah Anda untuk diri Anda sendiri,” ujar diplomat yang kini bertugas sebagai Sekretaris Kedua Fungsi Ekonomi pada PTRI New York.
Sebelumnya, Perdana Menteri Vanuatu Bob Loughman menuduh Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Papua, dan masih berlanjut hingga saat ini. Menurut dia, dugaan pelanggaran HAM di Papua menjadi perhatian khusus negara-negara Pasifik yang menyeru agar Indonesia mengizinkan Dewan HAM PBB mengunjungi Papua.
Namun, kata Loughman, seruan itu tidak direspons oleh Pemerintah Indonesia. “Saya meminta pemerintah Indonesia untuk merespons seruan pemimpin Pasifik,” ujar dia.
Tahun lalu, Vanuatu juga menuding Indonesia tak memberi izin kepada Dewan HAM PBB untuk berkunjung ke Papua. "Kami prihatin atas Pemerintah Indonesia yang menunda pemberian konfirmasi waktu untuk Komisioner HAM untuk mengunjungi Papua," kata Wakil Tetap Vanuatu untuk PBB Sumbue Antas pada 2019.