Senin 28 Sep 2020 00:15 WIB

Keterwakilan Perempuan di Pencalonan Pilkada Dinilai Minim

Dari 741 pendaftaran pasangan calon, bakal calon perempuan hanya 151 orang

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andi Nur Aminah
 Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati
Foto: Republika/ Wihdan
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyampaikan, jumlah bakal calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah dalam pilkada serentak 2020 masih jauh dibandingkan jumlah calon laki-laki. Dari 741 pendaftaran pasangan calon yang diterima Komisi Pemilihan Umum (KPU), bakal calon perempuan hanya 151 orang.

"Jadi memang jumlahnya masih jauh sekali jika dibandingkan laki-laki yang maju, baik sebagai kepala daerah ataupun sebagai wakil kepala daerah," ujar Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati dalam diskusi daring, Ahad (27/9).

Baca Juga

Ia memerinci, dari 151 orang itu, 84 orang (enam persen) di antaranya maju menjadi calon kepala daerah. 67 orang (lima persen) lainnya menjadi wakil kepala daerah.

Jika dirinci selanjutnya, dua orang perempuan mencalonkan diri menjadi bakal calon gubernur di Provinsi Sulawesi Utara. Tiga orang maju sebagai bakal calon wakil gubernur.

Perempuan lebih banyak ikut serta di Pilkada 2020 sebagai bakal calon bupati/wali kota sebanyak 82 orang. Sedangkan, 64 orang mencalonkan diri menjadi calon wakil bupati/wakil wali kota.

Namun, masih sedikit jumlah perempuan yang maju di pilkada melalui jalur perseorangan. Hanya ada tiga orang yang menjadi calon kepala daerah yakni Jember, Tanah Bumbu, dan Seram Bagian Timur serta empat calon wakil kepala daerah di Pahuwato, Sumenep, Maluku Barat Daya, dan Fakfak.

Menurut perempuan yang akrab disapa Ninis itu, jika dilihat dari peta dukungan partai partai politik terhadap calon perempuan, maka Golkar menjadi partai terbanyak yang mendukung perempuan di Pilkada 2020. Golkar mendukung 37 bakal calon kepala daerah dan 23 bakal calon wakil kepala daerah.

Ninis mengatakan, perempuan juga harus menghadapi sejumlah tantangan dalam pencalonan pilkada. Salah satunya hambatan sosial dan budaya. "Ada hambatan sosial dan budaya patriarki yang mungkin masih ada anggapan bahwa pemimpin itu sebaiknya bukan perempuan tapi laki-laki," kata Ninis.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement