REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Republika menggelar workshop online pada 26 September 2020 dengan mengangkat tema 'Bahagia Belajar di Rumah'. Acara ini diisi oleh Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal dan Novi Candra yang juga merupakan psikolog anak, serta Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Budi Asrori sebagai keynote speaker.
Rizal mengatakan, saat ini pendidikan di Indonesia masih berkutat dengan metode pembelajaran yang menuntut penuntasan materi dan kurikulum yang berlebihan. Termasuk saat pembelajaran jarak jauh (PJJ) di tengah pandemi Covid-19.
Sehingga, ekosistem belajar yang bahagia pun tidak tercipta di dunia pendidikan Indonesia. Hal ini, katanya, mengakibatkan timbulnya rasa bosan hingga stres terhadap anak didik.
"Murid tidak ada interaksi dengan teman dan gurunya (saat PJJ), tapi harus dicekoki dengan informasi yang berjubel itu. proses evaluasi sama, prosesnya tetap ujian dan itu justru membebani," kata Rizal dalam workshop online yang digelar melalui Zoom, Sabtu (26/9).
Untuk itu, perlu diberikannya ekosistem pendidikan yang organik kepada anak didik. Artinya, memberikan ekosistem yang dapat mengembangkan potensi dari anak didik itu sendiri.
"Ekosistem yang organik, yang memungkinkan anak-anak kita berkembang, mencari full potensinya sendiri. Kalau salah jangan langsung disalahkan, tapi didorong dengan cara memberikan feedback," ujarnya.
Untuk mendukung terciptanya ekosistem pendidikan yang organik ini, seluruh stakeholder pendidikan harus berpartisipasi. Termasuk pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta pemerintah daerah.
"Fungsi negara harus hadir dalam membuat kebijakan yang memastikan ekosistem itu lahir di tiap sekolah di Indonesia. Fungsi negara itu memastikan untuk tidak menuntut ketuntasan kurikulum yang berlebihan," jelasnya.
Menurutnya, pengembangan karakter terhadap anak didik harus menjadi hal utama yang dilakukan. Sehingga, pendidikan di lingkungan sekolah tidak hanya menuntut penyelesaian materi dan kurikulum.
Dengan begitu, guru tidak hanya mentransfer pengetahuan kepada anak didik. Ketahanan dan kemandirian dari anak didik itu sendiri akan tercipta, serta dengan sendirinya dapat memprediksi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian seperti pandemi Covid-19 saat ini.
"Kalau bisa materi (kurikulum) itu 20 persen saja, yang perlu dikembangkan justru keterampilan hidup, fungsi guru menemani. Kata Ki Hajar Dewantara, guru harus bisa men-encourage (mendorong) anak didiknya dari belakang. Dari depan dia memberi contoh dan juga memimpin perubahan, yang paling utama adalah memberikan inspirasi," katanya.
Melalui GSM, Rizal mengatakan, pihaknya mencoba untuk mengubah arah pendidikan Indonesia. Sehingga, timbul daya saing dengan cara memanusiakan dan memerdekakan anak didik itu sendiri.
Novi Candra mengatakan, dunia pendidikan di Indonesia harus berubah. Ia menyebut, pendidikan harus dimaknai dengan menuntun, seperti yang dikatakan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.
"Apakah selama ini menuntun? tidak, tapi hanya mengisi. Arah pendidikan kita tidak dipersiapkan untuk menerima ketidakpastian masa depan seperti di kondisi seperti pandemi," kata Novi.
Ia pun mengajak semua pihak untuk bergerak dalam mengubah arah pendidikan Indonesia. Yakni pendidikan yang dipusatkan sesuai kebutuhan dan menghidupkan sisi kemanusiaan anak didik itu sendiri.
"Saat ini robot sudah mendekati jadi manusia kalau pendidikan kita juga hanya menciptakan robot-robot, maka sebentar lagi manusia akan punah. Saya mengajak kita semua bergerak bersama untuk kembali menghidupkan sisi-sisi kemanusiaan anak-anak kita melalui pendidikan," ujar Novi.
Sementara itu, Budi Asrori mengapresiasi digelarnya workshop online oleh Republika. Peserta yang mengikuti acara ini pun berasal dari berbagai daerah seperti DIY, Jawa Tengah Tangerang, Ambon hingga Sumatera Barat.
Menurutnya, pembelajaran jarak jauh saat ini masih memiliki banyak persoalan. Tidak hanya bagi orang tua murid, namun permasalah ini juga terjadi pada sekolah.
"Banyak sekali permasalahan, tidak sesimpel yang kita bayangkan sebelumnya. Saya mengapresiasi adanya workshop 'Bahagia Belajar di Rumah', semoga bisa sharing pendapat dan permasalahan dari workshop ini," kata Budi.
Permasalahan yang ia maksud seperti guru yang masih kurang menguasai informasi teknologi (IT). Padahal, pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi ini sangat bergantung kepada penggunaan IT.
Selain itu, orang tua juga diharuskan untuk mendampingi anak yang belajar dari rumah. Sementara, tidak semua orang tua yang dapat mendampingi anaknya.
"Tidak semua pembelajaran yang bisa di jarak jauhkan. Misalnya baca dan tulis, hitung untuk SD. Kalau belajarnya langsung jarak jauh, pasti langsung mengalami kesulitan. Ini tantangan bagi kita semua," ujar Budi.