Selasa 22 Sep 2020 14:53 WIB

Mahfud Jelaskan Alasan Pilkada tidak akan Ditunda

Menurut Mahfud, pemerintah tidak ingin ada kekosongan kepemimpinan di daerah.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD.
Foto: Republika/Abdan Syakura
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menegaskan, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 tidak akan ditunda. Menurutnya, Pejabat pelaksana tugas (Plt) kepala daerah, tidak bisa mengambil kebijakan strategis yang diperlukan dalam penanganan Covid-19.

"Pemerintah tidak ingin terjadi kekosongan pemimpin yang hanya dilakukan oleh Plt sampai 200-an daerah dalam waktu bersamaan, karena Plt tidak boleh ambil kebijakan strategis," ujar Mahfud saat membuka Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak 2020 secara virtual, Selasa (22/9).

Baca Juga

Menurut Mahfud, pengambilan kebijakan strategis itu diperlukan pada masa pandemi Covid-19. Dengan dijabat oleh Plt, maka nantinya akan berimplikasi pada pergerakan birokrasi yang memerlukan pengambilan keputusan dan kangkah-langkah strategis dalam penanganan Covid-19. Situasi itu ia sebut akan tidak menguntungkan proses pemerintahan.

"Maka akan kurang untungkan proses pemerintahan jika 270 daerah ditetapkan Plt sampai waktu tidak jelas (kapan pandemi selesai)," kata dia.

Mahfud menjelaskan, tidak ada satu pun pihak yang dapat memastikan kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Karena itu, jika memang ditunda dengan alasan tersebut, Pilkada 2020 tidak memiliki kepastian waktu pelaksanaannya. Dia pun bercermin ke negara Amerika Serikat, yang jumlah kasus Covid-19 jauh lebih banyak dari Indonesia, dalam pelaksanaan Pemilu.

"Di negara yang serangan Covid-19 lebih besar seperti Amerika juga pemilu tidak ditunda. Di berbagai negara pemilu tidak ditunda," jelas Mahfud.

Pemerintah sebelumnya telah menegaskan Pilkada serentak 2020 tetap akan berlangsung sesuai jadwal, meskipun berbagai kalangan mendesak agar ditunda. Agar tak menjadi klaster penyebaran Covid-19, pemerintah meminta pelaksanaan pilkada harus mengutamakan kesehatan masyarakat dengan menjalankan protokol kesehatan secara ketat.

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi Covid-19 berakhir. Apalagi, tidak ada satu pun negara yang tahu kapan pandemi berakhir. Oleh karena itu, penyelenggaraan pilkada dinilai harus dilaksanakan dengan protokol kesehatan ketat agar aman dan tetap demokratis.

"Penyelenggaraan Pilkada 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih, dan hak memilih," ujar Fadjroel dalam siaran resminya, Senin (21/9).

Untuk memastikan protokol kesehatan dijalankan dengan ketat saat pelaksanaan pilkada, pemerintah dapat memberikan sanksi tegas dan penegakan hukum kepada masyarakat yang melanggar. Sehingga, tak menyebabkan munculnya klaster baru pilkada.

Fadjroel menyebut, pelaksanaan pilkada di masa pandemi bukanlah hal yang mustahil. Negara-negara lain seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan juga menggelar pemilihan umum di masa pandemi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Pemerintah pun mengajak semua pihak untuk bergotong-royong mencegah potensi klaster baru penularan Covid-19 pada setiap tahapan pilkada.

Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 tahun 2020, kata dia, pelaksanaan pilkada Serentak 2020 harus menerapkan protokol kesehatan tanpa mengenal warna zonasi wilayah. Menurut Fadjroel, pilkada serentak bisa menjadi momentum tampilnya inovasi baru bagi masyarakat bersama penyelenggara negara untuk bangkit bersama dengan menjadikan pilkada ajang adu gagasan, adu berbuat dan bertindak untuk meredam serta memutus rantai penyebaran Covid-19.

photo
Pilkada dalam bayang-bayang Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement