REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guru Besar Ekologi UGM, Tjut Sugandawaty Djohan mengatakan, banyak ekosistem hutan bakau dalam kondisi rusak. Padahal, sehatnya ekosistem hutan bakau mendukung perikanan pantai dan lepas pantai sebagai sumber devisa.
Salah satunya terjadi di Hutan Bakau Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Tjut menyebut, kerusakan ekosistem Hutan Bakau Segara Anakan sudah merugikan kehidupan nelayan dan masyarakat yang tinggal di sekitar pantai.
"Krisis ekologi di kawasan tersebut terjadi akibat faktor alam dan manusia. Sedimentasi dan reklamasi hutan bakau skala besar menyisakan luka ekosistem Hutan Bakau Segara Anakan," kata Tjut di Balai Senat UGM, Senin (21/9).
Ia menyampaikan, pendangkalan parah di Laguna Segara Anakan terjadi sejak 1980. Sekitar 4,5 juta ton sedimen setiap tahunnya dibawa Sungai Citanduy, sehingga terjadi pendangkalan dan kondisi laguna kini semakin menyempit.
Selain sedimentasi yang tinggi, Hutan Bakau Segara Anakan juga berhadapan dengan kerusakan akibat alih fungsi lahan. Kawasan hutan bakau direklamasi dalam skala besar menjadi tambak udang yang akhirnya tambak tersebut gagal.
Penelitiannya sejak 2017 menemukan ekosistem Hutan Bakau Segara Anakan saat hanya dikoloni semak dan liana semak bakau. Hanya tersisa tujuh batang per hektar dan hadir sebagai pulau-pulau habitat di lautan semak dan liana semak.
Kondisi itu mengakibatkan kontribusi daun pohon bakau sebagai nutrien utama di perairan hutan bakau memburuk. Keadaan ini direspon komunitas fitoplankton noxious dan berujung dengan semakin menipisnya komunitas zooplankton.
"Akibatnya, panen ikan nelayan menurun. Perubahan iklim turut memperburuk keadaan yang pada musim hujan perairan payau dalam kondisi hipohalin dan pada musim kemarau menjadi hiperhalin," ujar Tjut.