Ahad 20 Sep 2020 19:26 WIB

Kepentingan Pencari Kerja Harus Diperhatikan di RUU Ciptaker

orang melihat aturan ketenagakerjaan hanya dalam konteks mereka yang sudah bekerja.

Para pencari kerja tengah mencoba peruntungan di bursa kerja (ilustrasi).
Foto: jurnalpatroli.com
Para pencari kerja tengah mencoba peruntungan di bursa kerja (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perdebatan publik tentang Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) terlalu timpang bicara mengenai kepentingan para pekerja. Sementara porsi pembicaraan tentang mereka yang tidak bekerja kurang mendapat tempat.

Demikian Arianto Patunru, ekonom Australian National University, pada diskusi bertajuk “Menyoal konflik dalam RUU Cipta Kerja dan Dampaknya bagi Segala Sektor” yang diselenggarakan Forum Mahasiswa Ciputat.

“Seringkali orang melihat aturan ketenagakerjaan dalam konteks mereka yang sudah bekerja. Padahal aturan ketenagakerjaan juga pasti mempengaruhi mereka yang sedang mencari kerja,” kata Arianto dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (20/9).

Untuk itu, ia menyarankan, kepentingan pencari kerja juga perlu diperhatikan. “Kita perlu melebarkan observasi, baik dari supply side (yang sudah bekerja dan yang belum bekerja). Juga perlu melihat dari sisi mereka yang membutuhkan tenaga kerja, dalam hal ini perusahaan. Supply side dan demand side harus diperhitungkan, “ kata ekonom yang akrab dipanggil Aco ini.

Aco menjelaskan, jika aturan ketenagakerjaan hanya dilihat dari sisi pekerja saja, maka yang dipikirkan hanyalah bagaimana memaksimalkan kepastian kerja (job security) bagi para pekerja. Dampaknya adalah terpinggirkannya kepentingan para pencari kerja, yang membutuhkan akses yang mudah untuk mendapatkan pekerjaan.

“Supaya mereka mudah mendapat pekerjaan, kita perlu masuk dalam cara pandang pihak yang membutuhkan tenaga kerja, yakni pelaku usaha. Kita perlu menggunakan kaca mata mereka,” kata Ketua Australian National University (ANU) Indonesia Project ini.

Bagi demand side, menurut Aco, beberapa faktor yang dipertimbangkan adalah tentang gaji, berapa lama pekerja itu bisa bekerja, benefit atau tunjangan, misalnya pada aspek kesehatan, rumah, dan seterusnya.

Besarnya pesangon adalah salah satu persoalan yang banyak dikeluhkan oleh banyak pengusaha. Ini membuat iklim investasi kurang ramah bagi para pelaku usaha untuk menanamkan modalnya.

“Tingkat pesangon di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia. Lebih tinggi dari negara-negara tetangga. Tinggi dalam pengertian jumlah bulan gaji untuk pesangon,” ujarnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement