Ahad 20 Sep 2020 11:34 WIB

Hasto: Kesadaran tentang Makna Sejarah Nadiem Rendah

Hasto meminta kepada Nadiem untuk melihat pendidikan dalam pengertian lebih luas.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andi Nur Aminah
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto
Foto: Istimewa
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menolak keras berbagai bentuk pragmatisme pendidikan, termasuk menghilangkan mata pelajaran Sejarah dari Kurikulum SMA dan SMK. Hasto mengatakan, PDI Perjuangan sangat menyesalkan sosok seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memiliki kesadaran yang rendah tentang makna sejarah. 

"Mendikbud Nadiem Makarim tidak paham bagaimana api perjuangan kemerdekaan bangsa lahir atas pemahaman sejarah, dan kemudian memunculkan kesadaran kritis untuk melawan penjajahan; melawan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme," kata Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (20/9). 

Baca Juga

Dia mengatakan, seluruh kader PDIP Perjuangan diajarkan suatu pesan bahwa mereka boleh meninggalkan gedung museum sejarah, tetapi jangan pernah meninggalkan sejarah. Suatu bangsa akan kehilangan masa depan apabila meninggalkan sejarah. Hasto meminta kepada Nadiem untuk melihat pendidikan dalam pengertian luas, yakni pendidikan yang meletakkan dasar budi pekerti, pendidikan karakter bangsa, sebagai dasar dari kemajuan, dan dengannya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berjalan beriringan sesuai sejarah dan kebudayaan bangsa. 

“Belajarlah dari para pendiri bangsa. Belajar ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat dan berbagai belahan dunia lainnya, namun membumikan setiap pengetahuan pada akar sejarah dan kebudayaan bangsa," ujarnya.

Sebelumnya muncul wacana bahwa Kemendikbud akan menghapus pelajaran Sejarah dari kurikulum. Namun hal tersebut sudah dibantah oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno. 

Totok menegaskan, pelajaran sejarah tetap akan ada di dalam kurikulum. Penyederhanaan kurikulum yang dilakukan pihaknya saat ini masih tahapan awal karena membutuhkan proses pembahasan yang panjang. "Rencana penyederhanaan kurikulum masih berada dalam tahap kajian akademis," kata Totok, dalam keterangannya, Jumat (18/9).

Totok menjelaskan, pelajaran sejarah tetap akan diajarkan dan diterapkan di setiap generasi. Dia menegaskan, Kemendikbud mengutamakan sejarah sebagai bagian penting dari keragaman dan kemajemukan perjalanan hidup bangsa Indonesia baik saat ini atau yang akan datang.

"Sejarah merupakan komponen penting bagi Indonesia sebagai bangsa yang besar sehingga menjadi bagian kurikulum pendidikan. Nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah merupakan salah satu kunci pengembangan karakter bangsa," kata dia lagi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement