Jumat 18 Sep 2020 17:06 WIB

Soal Perppu Pilkada, Pakar: Jangan Basa-Basi

Pakar mengatakan jika diterbitkan Perppu Pilkada jangan jadi basa-basi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Advokasi Pukat UGM, Oce Madril.
Foto: Republika
Direktur Advokasi Pukat UGM, Oce Madril.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) disebut tengah membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk penegakan pelanggaran protokol Covid-19 pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Oce Madril menilai hal itu bisa jadi merupakan hal yang percuma.

"Apalagi jika sanksinya (bagi pelanggar protokol Covid-19) ringan, bisa jadi Perppu Basa-basi atau PSBB," ujar Oce kepada Republika.co.id, Jumat (18/9).

Baca Juga

Menurutnya, jika Perppu yang mengatur sanksi bagi pelanggar protokol Covid-19 merupakan hal yang bagus. Tetapi akan percuma, jika tidak ada koordinasi antara KPU, Bawaslu, dan aparat penegak hukum di berbagai daerah yang menggelar Pilkada.

"Sanksi dalam Perppu adalah gagasan bagus, akan tetapi tantangannya sanksi tersebut adalah belum tentu mudah diterapkan," katanya.

Oce lebih mengusulkan agar Pilkada 2020 kembali ditunda hingga kondisi dalam negeri lebih kondusif. Sebab, penularan Covid-19 merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari jika kontestasi lima tahunan tersebut tetap diselenggarakan.

"Idealnya Pilkada ditunda, kalaupun tetap jalan protokol kesehatannya harus super ketat. Kegiatan yang berpotensi mengumpulkan mass harus dilarang, itu konsekuensi Pilkada saat pandemi," ujarnya.

Diketahui, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyoroti aturan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang masih mengizinkan konser musik dan kegiatan lain yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa. Aturan itu diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19.

Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Wisnu Widjaja menyoroti, Pasal 63 ayat 1 PKPU 10/2020 yang menyebutkan, kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundangan-undangan dapat dilaksanakan dalam bentuk rapat umum; kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; perlombaan; kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah; peringatan hari ulang tahun partai politik; dan/atau melalui media sosial.

Ia juga menyoroti Pasal 65 ayat 2 huruf d terkait rapat umum dapat dilaksanakan dengan membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 100 orang dan memperhitungkan jaga jarak satu meter antarpeserta. Ia meminta KPU memperhatikan aturan yang berpotensi memicu pengumpulan massa.

"Di pasal 59 itu yang soal debat publik, itu masih ada pendukung yang hadir sebanyak 50 orang. Ini yang perlu nanti dicermati sebab nanti akan ada cukup orang," ujar Wisnu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement