Jumat 18 Sep 2020 06:06 WIB
Cerita Pengalaman Liputan Wartawan Republika

Pelajaran dari Abah Alwi Shahab

Menulis itu niatkan sebagai ibadah, pesan Abah Alwi.

M Subroto, Jurnalist Republika
Foto:

Soal liputan-liputan di lapangan Abah jangan ditanya. Abah selalu mempersiapkan diri jika menulis sesuatu. Dia melakukan riset, observasi, dan wawancara. Tak cuma sekedar talking-talking. Dia juga punya jaringan narasumber yang luas.

Umur boleh tua, soal karya Abah tak mau kalah. Suatu saat sambil ngobrol dia bertanya. “Nggak apa ya saya sudah tua tapi masih menulis?” Saat itu umur Abah sudah sekitar 70 tahun.

 

“Justru bagus Bah. Banyak wartawan yang tak menulis lagi setelah jadi redaktur,” jawabku.

 

Di saat orang lain seusia dia mungkin sudah pikun di rumah, Abah tetap produktif. Sebenarnya apa sih yang Abah cari lagi? Anak-anak sudah mentas dan sukses. Bahkan keluarganya bersikeras melarang Abang menulis dan datang ke kantor. Tapi Abah sering memaksa.

“Saya malah sakit kalau tak menulis dan di rumah saja,” begitu alasannya.

photo
Wartawan senior Republika Alwi Shahab menghadiri Syukuran 50 Tahun Karya Emas Abah Alwi di Kantor Republika, Jakarta, Rabu (31/8). (Republika/ Wihdan) - (Republika/ Wihdan)

Terus terang aku iri dengan Abah. Aku bayangkan hari tuaku nanti, seandainya berumur panjang, aku ingin seperti Abah. Menikmati hari tua dengan tetap produktif menulis. Tak banyak orang seberuntung Abah.

Tulisan Abah selalu ditunggu pembaca. Selama lebih dari 15 tahun dia tak henti menulis di rubrik tetapnya, Nostalgia dan Bandar Jakarta. Tulisannya sederhana, renyah dibaca, dan berisi. Terutama soal Jakarta.

Dia memang ahli soal Jakarta. Kami menyebutnya "Kamus Berjalan Jakarta". Tahun 2019 Pemprov DKI Jakarta memberikan Anugerah Budaya atas dedikasi Abah memajukan Budaya Jakarta. Dia juga penerima "Pres Card Number One" dari PWI.

Republika sempat membuatkan acara Jalan-Jalan Bareng Abah Alwi dengan Abah sebagai ikonnya. Kegiatan itu laris manis. Penggemarnya semua kalangan, orang tua dan anak-anak muda.

“Saya jadi artis dadakan,” kata Abah tertawa.

Pagi tadi sebuah berita mengagetkan sampai ke WA ku. Abah meninggal dunia. Tentu saja aku kaget, walaupun Abah memang sudah sakit beberapa tahun terakhir. Abah meninggal di usia 84 tahun.

Terakhir kali ke rumahnya sekitar setahun lalu Abah Alwi sudah sulit mengenali orang. “Ini saya Bah, Subroto,” kataku.

Abah menatap lama. Kemudian raut mukanya berubah cerah. Abah mengangguk-angguk.

photo
Syukuran Kiprah Abah Alwi. Wartawan senior Republika Alwi Shahab berfoto bersama wartawan Republika saat Syukuran 50 Tahun Karya Emas Abah Alwi di Kantor Republika, Jakarta, Rabu (31/8). - (Republika/ Wihdan)

Sebelumnya dalam keadaan sakit Abah masih sering memaksa ke kantor. Dia datang diantar sopirnya. Begitu turun dari mobil, kami yang melihatnya akan berebut memapah ke ruangannya.

Kesehatan matanya yang memburuk membuat Abah tak bisa menulis sendiri. Abah dibantu untuk menulis. Dia bercerita, lalu Darmin (sudah lebih dulu almarhum) mengetiknya. Tulisan kemudian diedit oleh Karta, redaktur Republika Online yang sudah seperti anaknnya sendiri.

Selamat jalan Abah Alwi Shahab. Kami yakin Allah SWT telah menyediakan tempat terbaik bagimu. Terima kasih telah memberi teladan kepada kami.

 

Tips menjadi wartawan dari Abah Alwi

- Banyak membaca buku

- Rajin turun ke lapangan

- Melakukan riset untuk memperkaya tulisan

- Jaga kesehatan dengan berolah raga dan makan teratur

- Tetap menulis dan melakukan reportase kendati sudah berada di struktural

- Menulislah yang bermanfaat untuk orang lain

- Jangan meremehkan anak muda

- Jangan pernah merasa tua menjadi wartawan

- Usahakan menguasai bidang tertentu (spesialis)

- Banyaklah menulis buku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement