REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperbolehkan konser musik sebagai kegiatan kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 melalui rancangan perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017. Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja mengatakan, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 daerah atau pusat bisa meminta konser itu tidak bisa digelar.
"Aturannya ada, tapi tidak bisa dilaksanakan, kenapa? Bukan tidak boleh, (tetapi) tidak bisa, karena sesuai dengan permintaan Satgas Covid di daerah masing-masing atau pusat semua konser ditiadakan," ujar Bagja dalam diskusi daring, Kamis (17/9).
Menurut dia, pelarangan oleh Satgas itu bisa dilakukan jika semua pihak serius. Di sisi lain, Bawaslu juga sudah meminta kepolisian membubarkan massa seperti dengan mekanisme pembubaran unjuk rasa.
Kepolisian, kata dia, dapat membubarkan masa di titik kumpul awal sebelum tiba di titik kumpul utama atau tempat digelarnya konser musik atau kegiatan tatap muka yang menyebabkan kerumunan orang. Kepolisian dapat bekerja sama dengan Satpol PP membubarkan massa di titik kumpul awal tersebut.
"Kalau di titik utama karena pasti akan terjadi campur baur. Titik kumpul yang awal-awal itu bisa dibubarkan kepolisian bersama Satpol PP," kata Bagja.
Ia mengatakan, Bawaslu mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memaksa pemerintah daerah untuk melakukan pembubaran bersama kepolisian. Pemerintah daerah harus gencar melakukan operasi yustisi penegakan protokol kesehatan di wilayahnya, baik penggunaan masker maupun pencegahan kerumunan massa.
"Jika kemudian tidak bisa tertangani, bisa kemudian teman-teman, melibatkan tentara pada akhirnya, persuasif untuk kemudian (massa) dipulangkan ke rumahnya masing-masing," tutur Bagja.