Kamis 17 Sep 2020 11:04 WIB

Husnul Khatimah, Abah Alwi

Abah Alwi adalah pribadi yang menyenangkan, wartawan sarat pengalaman.

Wartawan senior Harian Republika, Alwi Shahab di depan Kantor Redaksi Republika, Jakarta, (6/2). Pria kelahiran Jakarta, 31 Agustus 1936 ini adalah sedikit dari wartawan yang terus berkarya hingga kini. Alwi Shihab menjalani profesinya sejak tahun 1960.
Foto:

Jika Abah datang ke kantor, beliau minta ditemani sahabatnya, almarhum Mas Darmin. Abah akan marah jika Mas Darmin tak segera turun ke ruangannya. Mas Darmin diminta untuk menuliskan cerita Abah, jika saya belum datang. Setelah itu, tulisannya diserahkan kepada saya untuk dimuat. Karena itu, Mas Darmin akan semringah ketika saya sudah tiba di kantor karena Abah tidak akan merengut lagi.

"Tuh Abah, anak lanangnya sudah datang. Jangan marah-marah lagi ke saya," goda Mas Darmin yang dibalas senyuman oleh Abah. Meski sering dimarahi, Mas Darmin juga sering ditraktir makan oleh Abah.

"Duit Abah banyak ini, you-you mau makan apa," kata Abah sembari memegang saku kemejanya yang dipenuhi uang berlembar-lembar Rp 100 ribu.

Namun, Abah akhirnya dipaksa menyerah oleh usia. Sejak akhir 2016, Abah sudah jarang ke kantor. Pascaoperasi katarak dan sempat struk, Abah tak bisa melawan takdir. Tubuhnya sudah tak bugar lagi. Bahkan ingatannya memudar. Abah pikun.

"Kalau menulis, ingatan Abah itu terjaga," kata Abah suatu waktu.

Bagi saya Abah bukan hanya sekadar panutan. Abah itu guru sekaligus orang tua. Layaknya orang tua, tentu Abah sering memberikan nasihat. Tak hanya soal pekerjaan, tapi juga nasihat rumah tangga.

"Tulislah buku, dengan begitu, you, Karta, bisa abadi."

"You, Karta, harus punya panggilan sayang ke istri. Seperti Abah ke Umi."

"Kamu belum makan kan, ini Abah bawa makanan."

Abah yang dikenal di Republika adalah pria yang royal. Beliau sering membawakan rekan-rekan kerjanya makanan, salah satunya roti cane buatan istrinya.

Abah yang orangnya "sungkanan" pernah meminta maaf kepada Pimpinan Redaksi Republika, Irfan Junaidi saat bertemu di kantor. "Tugas, Abah sekarang ini adalah sehat," pesan Kang Irfan sembari menuntun Abah ke mobil.

Semasa hidup, Abah memang tak pernah mau menyusahkan orang, terutama rekan kantor. Beliau takut kehadirannya yang sudah renta, justru menyusahkan rekan-rekannya.

Beliau juga tidak nyaman dipanggil "Habib" oleh rekan-rekannya, walaupun almarhum adalah dzuriyat Nabi. Selain itu, Abah juga tak nyaman jika ada orang yang mau mencium tangannya. Tangannya akan langsung ditarik ketika ada yang hendak salim.

"Saya mau dengerin cerita Abah, tapi syaratnya tangan Abah harus mau saya cium," kata saya sembari mencium punggung dan telapak tangan Abah.

Abah kini berpulang. Usianya berhenti di angka 84 tahun 17 hari. Allah memanggil Abah dengan keadaan yang baik.

Vera Shahab ketika saya berhasil meneleponnya menceritakan Abah meninggal dengan baik. Tanda-tanda husnul khatimah ada pada Abah.

"Dahi Abah berkeringat banyak banget. Bahkan bantalnya sampai basah," kata Kak Vera.

Kak Vera bercerita, dari Rabu malam istri abah, Umi Maryam tak henti-hentinya mendaras Alquran. Umi, kata Kak Vera, mengaji di kamar Abah. "Kami harus sering mengontrol karena Abah pakai oksigen. Saya juga bolak-balik dari rumah saya ke rumah Abah. Tapi saya baru dikabari jam 03.00 saat saya di rumah," ujar Kak Vera. Rumah Kak Vera dan rumah Abah yang berada satu kompleks disambangi karyawan Abah yang memberi kabar.

Sampai di rumah Abah, Kak Vera mengaku sudah memegang tubuh Abah masih hangat. "Insha Allah Abah husnul khatimah. Tolong maafkan Abah ya, sampaikan salam untuk keluarga di Republika, maafkan kesalahan Abah."

Abah Alwi rencananya akan dimakamkan di TPU Balekambang, Condet, Jakarta Timur. Selamat jalan Abah, semoga kita kembali dipertemukan Allah di surga. Aamiin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement