Selasa 15 Sep 2020 17:59 WIB

Soal LCS, Politik Luar Negeri Indonesia Tetap Konsisten

Indonesia selalu mendorong Zona Perdamaian,Kebebasan dan Netralitas (ZOPFAN) di ASEAN

Rep: ronggo astungkoro/ Red: Hiru Muhammad
 Sebuah Super / F-A-18E Super Hornet, melekat pada Dambusters of Strike Fighter Squadron (VFA) 195, mendekati dek penerbangan kapal induk Angkatan Laut USS Ronald Reagan (CVN 76) selama latihan di Laut Cina Selatan, 06 Juli 2020. Pada 13 Juli 2020, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara resmi menolak sebagian besar klaim China atas Laut Cina Selatan.
Foto: EPA-EFE/MC2 Samantha Jetzer
Sebuah Super / F-A-18E Super Hornet, melekat pada Dambusters of Strike Fighter Squadron (VFA) 195, mendekati dek penerbangan kapal induk Angkatan Laut USS Ronald Reagan (CVN 76) selama latihan di Laut Cina Selatan, 06 Juli 2020. Pada 13 Juli 2020, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara resmi menolak sebagian besar klaim China atas Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Indonesia akan konsisten menjalankan politik luar negerinya bebas dan aktif. Hal yang sama juga berlaku dalam menyelesaikan konflik di  laut Cina selatan (LCS). 

"Politik luar negeri kita kan bebas aktif. Dan sejarah doktrin pertahanan luar negeri kita juga adalah tidak terlibat dalam pakta pertahanan manapun. Indonesia itu tidak pernah ikut aliansi militer negara manapun,"  kata Juru Bicara Menteri Pertahanan (Menhan) Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam siaran langsung di media sosial yang diakses Selasa (15/9).

Dahnil menyatakan, pada prinsipnya Indonesia selalu ingin mendorong Zona Perdamaian, Kebebasan dan Netralitas (ZOPFAN) yang ada di ASEAN. Atas dasar itu narasi yang dikeluarkan  Indonesia selalu terus mengajak seluruh pihak untuk berdialog dan berdamai, terutama terkait permasalahan di LCS.

"Kalau kemudian negara-negara besar ini mati-matian memprovokasi, menarik-narik kita agar ikut dalam aliansi-aliansi ini, itu wajar. Tapi tentu kita akan bersikap tegas terkait ini, kita tidak akan terlibat dengan pakta pertahanan manapun (baik China maupun Amerika Serikat)," kata dia.

Menurut Dahnil, sikap itu sudah disampaikan langsung oleh pemerintah Indonesia, bahkan Menhan, Prabowo Subianto, sendiri. Hampir sepanjang masa jabatannya sebagai Menhan, Prabowo cukup aktif berbicara dengan Menhan-Menhan negara lain di dunia. "Beliau komunikasi dengan baik untuk menjaga diplomasi, untuk menjaga agar kemudian mereka semua paham dengan sikap politik dan pertahanan kita," katanya.

Indonesia tidak akan mungkin mau diseret-seret ke dalam konflik tersebut, apalagi jika dijadikan sebagai ladang tempur. Negara-negara lain pun, juga tentunya tidak akan bersedia menjadi proxy negara manapun.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement