Rabu 09 Sep 2020 02:50 WIB

Calon Kepala Daerah Gagal Utamakan Keselamatan Warga

Calon kepala daerah dinilai tak peduli dengan keselamatan warganya

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
 Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formapi) Lucius Karus
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formapi) Lucius Karus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, bakal pasangan calon (bapaslon) yang melanggar protokol kesehatan Covid-19 sudah gagal mengutamakan keselamatan warga pada saat pendaftaran pencalonan Pilkada 2020. Mereka membiarkan pendukungnya datang berkerumun di tengah pandemi Covid-19.

"Saya kira ini kegagalan yang sejak awal pada para calon pemimpin kepala daerah, dan untuk itu saya kira penting untuk menyerukan kepada publik agar jangan memilih pemimpin yang sejak awal sudah tidak peduli dengan rakyatnya sendiri," ujar Lucius dalam diskusi daring, Selasa (8/9).

Menurut dia, peristiwa yang terjadi selama pendaftaran pencalonan 4-6 September mencerminkan kualitas calon pemimpin daerah pada Pilkada 2020. Mereka tega menjadikan warga sebagai komoditas politik yang berujung pelanggaran protokol kesehatan seperti kerumunan massa dengan mengabaikan jaga jarak dan tanpa memakai masker.

"Dia tidak peduli dengan keselamatan warganya, jadi bagaimana lima tahun mendatang mau memimpin daerahnya jika warganya saja dia jadikan objek, dan yang jadi penting untuk dia adalah kekuasaan itu sendiri," kata Lucius

Hal senada juga diungkapkan Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampouw. Para pendukung yang melakukan arak-arakan, konvoi, tanpa menjaga jarak dan protokol kesehatan Covid-19 lainnya, mencerminkan calon kepala daerah yang tidak tegas dan taat menjalankan aturan.

"Jadi keinginan atau nafsu memamerkan kepada publik mengalahkan kepedulian mereka terhadap keselamatan pendukung," tutur Jeirry.

Padahal, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) menyebutkan, pendaftaran calon hanya dilakukan bapaslon dan perwakilan partai politik, tanpa mengerahkan massa pendukung. Sebab, akibat dari pelanggaran protokol kesehatan tidak hanya akan menimpa bapaslon atau peserta pilkada, melainkan juga masyarakat karena risiko penyebaran virus corona.

"Jadi ini harus kita tegaskan dan tentu pemimpin model begini semestinya kita evaluasi kembali untuk jadi pemimpin daerah," kata Jeirry.

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melaporkan sebanyak 243 bapaslon diduga melanggar protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Dari total dugaan pelanggaran tersebut, 141 bapaslon yang melanggar protokol kesehatan terjadi pada 4 September dan 102 bapaslon lainnya terjadi pada 5 September.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement