REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati, Rizky Suryarandika
Pemerintah mencatat adanya peningkatan signifikan jumlah daerah dengan risiko penularan Covid-19 tinggi alias zona merah, dalam tiga pekan terakhir. Peningkatan juga terjadi pada daerah zona oranye atau risiko sedang.
Sebaliknya, jumlah daerah dengan risiko penularan rendah atau zona kuning dan daerah tanpa kasus atau zona hijau, justru menurun. Kondisi ini sejalan dengan jumlah penambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 harian yang terus menanjak. Dalam sepekan terakhir, angka kasus bergerak konsisten di angka 3.000-an per hari.
"Jadi selama tiga minggu terakhir, terjadi peningkatan jumlah kasus dan jumlah daerah yang menuju risiko peningkatan kasus lebih tinggi," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Selasa (8/9).
Selama sepakan terakhir, periode 30 Agustus - 6 September, Satgas Penanganan Covid-19 melaporkan ada 70 kabupaten/kota yang masuk dalam zona merah atau risiko tinggi. Padahal pekan sebelumnya, zona merah terdiri dari 65 daerah.
Sementara untuk zona oranye atau risiko sedang, tercatat ada 267 kabupaten/kota selama sepekan terakhir. Jumlah ini juga mengalami kenaikan, dari angka pekan sebelumnya sebanyak 230 daerah.
Zona kuning atau risiko rendah, jumlahnya menurun. Dari sebelumnya 151 kabupaten/kota menjadi 114 daerah dalam sepekan terakhir. Begitu juga daerah tanpa kasus, turun menjadi 38 kabupaten/kota dari sebelumnya 42 daerah. Sementara daerah tidak terdampak turun dari 26 menjadi 25 kabupaten/kota.
Update situasi terkini perkembangan #COVID19 di Indonesia (8/9)
(Sebuah utas)#BersatuLawanCovid19 #dirumahaja #JagaJarak #AdaptasiKebiasaanBaru pic.twitter.com/kj8D5vLuiB
— Kemenkes RI (@KemenkesRI) September 8, 2020
Beberapa daerah yang mengalami perburukan kondisi, dari zona kuning menjadi merah dalam sepekan terakhir, antara lain Kabupaten Pati di Jawa Tengah, Kabupaten Probolinggo di Jawa Timur, Kota Padang Panjang di Sumatra Barat, dan Kota Makassar di Sulawesi Selatan.
Sementara daerah yang juga mengalami perburukan dari zona kuning ke oranye, antara lain Kabupaten Kepulauan Seribu di DKI Jakarta, Kabupaten Tasikmalaya, Cirebon, dan Subang di Jawa Barat; serta Kabupaten Wonosobo, Sukoharjo, Blora, Pemalang, Tegal, Brebes, dan Kota Tegal di Jawa Tengah.
"Kami mohon perhatian kepada para gubernur dari 22 provinsi serta 55 bupati dan wali kota yang kami sampaikan agar benar-benar kendalikan daerahnya," kata Wiku.
Per hari ini ini, terjadi penambahan 3.046 kasus positif Covid-19. Angka ini otomatis mengantarkan Indonesia menembus total kumulatif kasus Covid-19 sebanyak 200.035 orang sejak pandemi pertama kali masuk Indonesia pada awal Maret lalu.
"Dengan jumlah kasus aktif 48.847 atau 24,4 persen. Sedangkan jumlah kasus sembuh 142.958 atau 71,5 persen. Sedangkan kasus meninggal kumulatif 8.230 atau 4,1 persen," ujar Wiku.
In Picture: Pedagang Positif Covid-19, Kawasan Malioboro Sepi
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Achmad Yurianto mengatakan, angka Covid-19 hari ini merupakan akumulasi kasus Covid-19 yang terus bertambah.
"Semua orang khawatir, saya juga khawatir tetapi apakah kita hanya ribut? Ini persoalan masyarakat patuh atau tidak mematuhi protokol kesehatan, dijalankan atau tidak," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (8/9).
Yurianto mengeklaim, Kemenkes telah melakukan edukasi protokol kesehatan yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M). Ia meyakini aturan untuk menekan kasus dengan menerapkan protokol kesehatan tidaklah salah. Oleh karena itu, Yuri meminta media ikut membantu mensosialisasikan persoalan ini.
"Tetapi kalau masyarakat tidak mau menuruti (protokol kesehatan) kamu mau bagaimana, mau ngomong apa. Kalau media saja mengeluh, gimana saya tidak mengeluh," katanya.
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono mengingatkan pemerintah agar tak membangun narasi seolah menyalahkan masyarakat saja atas tingginya angka penderita Covid-19. Menurutnya, perilaku masyarakat bukan menjadi penyebab tunggal naiknya penderita Covid-19 secara signifikan.
Pandu meminta pemerintah juga berbenah akan kekurangannya sendiri dalam penanganan Covid-19. Dengan begitu, barulah pola penanganan Covid-19 akan lebih memadai karena didasari evaluasi berkala atas efektivitasnya.
Pandu menyoroti salah satu yang mestinya diperbaiki pemerintah ialah pola edukasi pada masyarakat. Pemerintah dipandang belum maksimal menangkap gejala perubahan di masyarakat selama pandemi Covid-19.
"Sebaiknya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pemberian edukasi yang belum optimal sesuai dengan prinsip keilmuan perubahan perilaku. Bukan menyalahkan ketidakdisplinan masyarakat saja," kata dokter Pandu pada Republika, Sabtu (6/9).