Jumat 04 Sep 2020 01:22 WIB

Subsidi Gaji, Ditabung atau Buat Jajan?

Bantuan gaji diharapkan mendongkrak daya beli masyarakat.

Friska Yolandha
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Friska Yolandha*

Alkisah, Mawar (bukan nama sebenarnya), tengah sibuk berkutat dengan komputer jinjingnya saat sebuah notifikasi ponselnya berbunyi. Mawar menghentikan pekerjaannya dan melihat siapa yang menghubunginya.

Ternyata bukan siapa-siapa. Sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya dari bank milik pemerintah tempatnya selama ini menabung. Pesan singkat itu memberitahunya kalau ada dana masuk ke rekeningnya senilai Rp 1,2 juta. Mawar bertanya-tanya, siapa orang baik yang mengirimkannya uang.

Kemudian, tak sengaja Mawar membaca berita soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang baru saja meluncurkan program subsidi gaji bagi pekerja, Kamis (27/8). Mereka yang bergaji di bawah Rp 5 juta dan terdaftar aktif di BPJS Ketenagakerjaan berhak atas bantuan gaji senilai Rp 2,4 juta. Uang sebanyak itu ditransfer dua kali dengan nominal masing-masing Rp 1,2 juta.

Jokowi mengatakan, ada 15,7 juta pekerja yang menerima subsidi gaji ini. Kalau dikali Rp 2,4 juta per orang, artinya pemerintah menyiapkan dana senilai Rp 37,68 triliun. Oleh pemerintah, dana ini diharapkan dapat mendongkrak daya beli masyarakat yang saat ini tengah menurun akibat pandemi Covid-19.

Mawar tentu saja senang bukan kepalang. Di tengah pandemi saat ini, uang Rp 1,2 juta sangat bermanfaat bagi siapapun, yang bekerja atau tidak. Pandemi telah mematikan aktivitas bisnis yang berdampak pada penurunan daya beli. Yang tadinya bisa belanja ini-itu, kini harus ditahan-tahan hanya belanja yang dibutuhkan. Kalau sebelum pandemi bisa belanja baju tiap bulan, kini karena kerja dari rumah, alokasi dana buat belanja baju baru dialihkan ke dana darurat atau dipakai untuk beli kuota internet.

Namun, ternyata rogram ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pegawai yang 'merasa' masuk dalam daftar penerima tentu menyambut dengan riang gembira. Di sisi lain, banyak yang mengeluhkan mengapa pemerintah berpihak pada mereka yang bergaji, sementara penerima upah harian harus menjerit setiap hari karena belum tentu mendapatkan uang untuk makan besok.

Sebelum subsidi gaji, sebetulnya pemerintah sudah banyak menyalurkan bantuan bagi warga yang terdampak pandemi. Pertama, pemerintah memberikan bantuan sembako bagi warga yang terdampak. Baru-baru ini, pemerintah juga menyalurkan bantuan beras ke 10 juta keluarga. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) juga segera mendapatkan bantuan tunai Rp 500 ribu.

Bagi pencari kerja dan mereka yang diputus kontraknya akibat pandemi, pemerintah menyiapkan Kartu Prakerja. Melalui program ini, pencari kerja dan mereka yang di-PHK mendapatkan dana Rp 600 ribu selama empat bulan.

UMKM tak luput dari bantuan pemerintah. Pelaku usaha mikro mendapat bantuan modal senilai Rp 2,4 juta. Bantuan diberikan satu kali transfer kepada UMKM terdaftar.

Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pelajar juga memperoleh bantuan pemerintah. ASN mendapatkan pulsa senilai Rp 400 ribu dan pelajar/mahasiswa mendapatkan paket data senilai Rp 150 ribu.

Tak hanya bantuan tunai, pemerintah juga memberikan subsidi listrik bagi pelanggan PLN 450 VA dan 900 VA. Pelanggan 450 VA dibebaskan dari pembayaran listrik setiap bulan, sementara pelanggan 900 VA diberi diskon 50 persen.

Semua bantuan itu diberikan tak lain untuk mendorong daya beli masyarakat yang telah terdampak sejak Maret. Presiden Jokowi mengharapkan uang bantuan pemerintah dibelanjakan agar perekonomian dalam negeri kembali bergerak, uang kembali berputar sehingga negara ini bisa menghindar dari resesi.

Banyak yang pesimistis dengan upaya ini. Sejumlah pengamat menilai cara ini tak akan terlalu berhasil karena para pekerja cenderung menginvestasikan dananya atau menyimpannya sebagai dana darurat. Kalaupun ada yang membelanjakannya, mungkin jumlahnya tak banyak.

Namun begitu, kita harus lihat seberapa efektif bantuan gaji ini menghidupkan kembali bisnis, terutama di kalangan kelas menengah bawah. Yang harus ditekankan adalah pengawasan agar semua bantuan ini tepat sasaran. Jangan sampai bantuan untuk warga miskin malah diberikan kepada mereka yang berpenghasilan tinggi. Jangan sampai Kartu Prakerja malah diperoleh pegawai bergaji. Jangan sampai bantuan gaji didapatkan oleh pekerja dengan gaji dua digit.

Di tengah kebahagiaannya mendapat transferan, Mawar tiba-tiba teringat kalau gajinya melebihi syarat penerima bantuan. Gaji yang dilaporkan oleh kantor ke BPJS  Ketenagakerjaan sebesar Rp 5 juta lebih sedikit. Apa jangan-jangan bantuan pemerintah salah kirim?

TING! Notifikasi lain masuk ke ponselnya. "Maaf, Bu Mawar, barusan saya transfer uang bayar arisan. Sudah diterima?" Demikian pesan yang diterimanya. Dari Bu Melati, tetangga kompleksnya.

Ah, ternyata bukan bantuan gaji. Dengan mulut manyun dan hati sebal, Mawar menjawab pesan tersebut. Semua keinginan yang akan diwujudkannya dengan uang Rp 1,2 juta tadi ambyar seketika.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement