REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) angkat suara perihal viralnya penjualan Pulau Pendek, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara seharga Rp 36.500 per meter persegi di sebuah portal jual-beli. Selain menyiarkan harga, di laman tersebut juga memuat profil pulau seluas 220 hektare.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Ruang Laut, KKP, Aryo Hanggono mengatakan, timnya masih melakukan pendalaman terkait isu penjualan pulau di Buton. Kendati demikian, dia menegaskan, kepemilikan pulau oleh asing dilarang di Indonesia
"Yang perlu kita tahu adalah pertama siapa yang menjualnya lalu pembelinya siapa, kalau orang Indonesia ada ketentuan, ke asing tidak boleh," ucap Arya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (1/9).
Aryo menegaskan pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia diutamakan untuk konservasi. Aryo mengungkapkan persentase peruntukan ruang terbuka hijau atau konservasi bahkan mencapai 51 persen dari total luas pulau.
"Satu pulau itu paling sedikit 30 persen dikuasai langsung oleh negara dan paling banyak 70 persen dari luas pulau dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Dari 70 persen itupun pelaku usaha wajib mengalokasikan 30 persen untuk ruang terbuka hijau, artinya hanya 49 persen dari luas pulau yang boleh. 51 persen akan dikonservasi," ucap Aryo.
Aryo pun ketentuan kepemilikan pribadi pulau di Indonesia. Syarat pertama yang harus dipenuhi ialah harus Warga Negara Indonesia. Selain itu, pemilik pulau juga harus konsisten dengan persentase area konservasi di pulau yang dimiliki.
"Kalau orang Indonesia itu boleh asal dia secara hukum jelas sertifikat kepemilikannya," ucapnya.
Adapun sertifikat kepemilikan, dikeluarkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan, berada di wilayah pengelolaan perairan di sekitar pulau tersebut.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah oleh Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014.
"Sertifikat kepemilikan atau hak atas tanah dari Kementerian ATR/BPN, daratan di ATR/BPN, kami hanya lautnya saja. Kira-kira peraturannya seperti itu," kata Aryo menambahkan.