Senin 31 Aug 2020 18:45 WIB

Penanganan Covid-19 Jatim Diklaim Puaskan Mayoritas Warga

Yang masih jadi persoalan adalah lambatnya Jatim menekan angka kematian pasien Covid.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus Yulianto
Covid-19 di Jawa Timur (Jatim)
Foto: republika/mgrol100
Covid-19 di Jawa Timur (Jatim)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Lembaga survei Indopol menyatakan, mayoritas masyarakat Jawa Timur mengaku puas atas kinerja pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Namun demikian, yang masih dipermasalahkan adalah terkait tingginya angka kematian akibat Covid-19 di Jatim.

"Masih merupakan persoalan adalah lambatnya Jatim menekan angka kematian pasien Covid-19. Hingga saat ini Jatim masih merupakan provinsi dengan jumlah kematian terbesar akibat Covid-19 di Indonesia," ujar Direktur Eksekutif Indopol Survey, Ratno Sulistiyanto di Surabaya, Senin (31/8).

Ratno memaparkan, berdasarkan survei yang dilakukannya, 68,2 persen responden merasa puas dengan kinerja Pemprov Jatim dalam menangani Covid-19. Prosentase terbesar terdapat di Kota Probolinggo, Situbondo, Kota Mojokerto, Trenggalek, dan Madiun. Adapun ketidakpuasan tertinggi terdapat di Kota Batu, Kota Madiun, Ponorogo, Sidoarjo, dan Kota Pasuruan.

Ratno juga mengungkapkan sebanyak 74,5 perswn masyarakat di Jatim yang merasa puas dengan kinerja pemerintah kabupaten/ kota dalam menangani Covid-19. Prosentase kepuasan terbesar terdapat di Kota Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Mojokerto, dan Kota Mojokerto. Sedangkan ketidakpuasan tertinggi terdapat di Kota Batu, Kabupaten Malang, Kota Madiun, Kota Pasuruan, dan Kota Malang.

"Umumnya, kinerja pemerintah dalam menangani Covid-19 yang dirasakan masyarakat adalah dalam bentuk imbauan mematuhi protokol kesehatan (62,2 persen), pembagian masker (16,1 persen), penyemprotan desinfektan (9,7 persen), PSBB (4,9 persen), dan pembagian hand sanitizer (0,3 persen)" kata Ratno.

Ratno mengatakan, salah satu dampak tidak terhindarkan dari wabah Covid-19 adalah dampak di bidang ekonomi. Dimana masyarakat di Jatim merasakan langsung menurunnya aktivitas ekonomi akibat wabah tersebut. 

Ratno mengungkapkan, sebanyak 57,1 persen masyarakat menganggap kondisi ekonomi keluarganya lebih buruk dibandingkan tahun lalu. Bahkan 10,8 persen menyatakan jauh lebih buruk setelah adanya wabah.

"Mayoritas  masyarakat atau sekitar 65,9 perswn menyalahkan Covid-19 sebagai penyebabnya. Mereka yang berpendapatan di bawah Rp 2 juta per bulan paling merasakan penurunan ekonomi keluarga. Kondisi terburuk dialami di Probolinggo, Kota Mojokerto, Banyuwangi, Blitar, dan Kota Surabaya," ujarnya.

Meski demikian, kata Ratno, hanya 24,4 persen masyarakat yang menyatakan pendapatannya turun setelah adanya wabah Covid-19. Sedangkan 69,8 persen menyatakan pendapatannya tetap. Hal ini, kata dia, menujukkan bahwa Covid-19 sesungguhnya bukanlah satu-satunya penyebab turunnya ekonomi keluarga.

Ratno juga mengungkapkan adanya sebanyak 10,40 persen masyarakat yang mengaku kehilangan pekerjaan selama wabah Covid-19. Kemudian ada 7,2 persen mengaku dirumahkan, dan 37,3 persen mengaku pekerjaannya berkurang selama wabah.

"PHK, dirumahkan, dan berkurangnya pekerjaan paling parah dialami mereka yang berpendapatan kurang dari Rp 3 juta per bulan. Kondisi PHK terburuk dialami di Kabupaten Malang, Sampang, Kota Malang, Kota Madiun, dan Sumenep. Kondisi pekerja dirumahkan terburuk dialami di Situbondo, Pacitan, Kota Kediri, Kota Pasuruan, Gresik, Lamongan, dan Tuban," kata dia.

Ratno menjelaskan, metode pengambilan sampel dalam survei ini dilakukan dengan cara stratified random sampling. Dimana jumlah responden tiap kabupaten/kota di Jawa Timur diambil secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk BPS Jatim pada 2020.

Penentuan responden dilakukan secara random sistematis. Kriteria responden adalah mereka yang berumur 17 tahun lebih, atau sudah menikah. Responden berjumlah 1.000 orang dengan margin error sekitar 3.2 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen (slovin). Wawancara dalam survei ini dilakukan secara tatap muka, sementara data diolah dengan program SPSS atau Field Survey.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement