Senin 31 Aug 2020 15:38 WIB

Duka IDI dari Kematian 100 Tenaga Kesehatan

IDI minta pemerintah tidak melonggarkan protokol kesehatan Covid-19.

Petugas PPSU Bukit Duri menyelesaikan pembuatan mural terkait tenaga kesehatan yang berjuang di tengan pandemi virus Corona di Bukit Duri, Jakarta. IDI mencatat pandemi Covid-19 telah mengakibatkan 100 tenaga kesehatan (nakes) meninggal dunia.
Foto: Prayogi/Republika
Petugas PPSU Bukit Duri menyelesaikan pembuatan mural terkait tenaga kesehatan yang berjuang di tengan pandemi virus Corona di Bukit Duri, Jakarta. IDI mencatat pandemi Covid-19 telah mengakibatkan 100 tenaga kesehatan (nakes) meninggal dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Febrianto Adi Saputro, Mimi Kartika, Febryan A

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berduka dengan meninggalnya tenaga kesehatan (nakes) selama masa penanganan Covid-19. Hingga kini jumlah nakes yang meninggal akibat terpapar virus SARS-CoV-2 alias Covid-19 telah berjumlah 100 orang.

Baca Juga

"Sejawat dokter yang gugur dalam penanganan Covid-19 sudah mencapai 100 orang. Demikian juga petugas kesehatan lainnya yang gugur juga bertambah," kata Ketua Pengurus Besar IDI Daeng Faqih di Jakarta, Senin (31/8).

Dia meminta kalangan masyarakat untuk ikut mendoakan para nakes yang gugur agat mendapat tempat terbaik dan mulia di sisi Allah SWT. Dia berharap agar perjuangan mereka dapat menjadi ilham dan tauladan bagi masyarakat agar komitmen menjalankan pengabdian kepada kemanusiaan.

"Dan kita juga agar tidak putus-putusnya berdoa bagi semua kawan-kawan sejawat kita sebagai garda terdepan yang sedang berjuang membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan pertolongan dalam perawatan Covid-19," kata Daeng dalam sebuah unggahan foto.

IDI juga menanggapi komentar Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto terkait penyebab meninggalnya nakes selama penanganan Covid-19. Terawan menyebut kurang disiplin menerapkan protokol kesehatan menjadi alasan nakes meninggal.

"Kita semua sebaiknya melakukan upaya semaksimal mungkin agar nakes terlindungi dengan baik tanpa mempermasalahkan siapapun karena ini suasana pandemi yang serba darurat dan emergensi," kata Daeng.

Dia mengatakan, IDI telah berkoordinasi dengan satuan tugas penanganan Covid-19 dan Kementerian agar ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) dijaga dengan baik. Lanjutnya, rumah sakit juga diminta melakukan penjadwalan jaga petugas kesehatan agar mereka tidak kelelahan sehingga berisiko tertular.

Daeng meneruskan, rumah sakit supaya memberlakukan kebijakan khusus terhadap petugas kesehatan yang memiliki komorbid atau penyakit penyerta dan berisiko tinggi. Dia meminta agar praktik mereka sangat dibatasi atau tidak praktik sama sekali untuk sementara waktu.

Dia mengatakan, IDI juga mendorong agar rumah sakit melakukan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) secara rutin kepada petugas kesehatan. Dia mengungkapkan, hal tersebut dibutuhkan agar para nakes terpantau ketat dan tidak terjadi penularan luas di rumah sakit.

"Semua pihak seharusnya bergotong royong untuk mendukung rumah sakit agar mampu melaksanakan empat hal di atas," kata Daeng lagi.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh PB Ikatan Dokter Indonesia (@ikatandokterindonesia) pada

Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban, mengingatkan pemerintah agar tidak melonggarkan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Apalagi, penambahan kasus harian positif Covid-19 meningkat bahkan pada Sabtu (29/8) dilaporkan sebanyak 3.308 kasus dan Ahad (30/8) mencapai. 2.858 kasus.

"Jadi jangan dilonggarkan sama sekali, kan ada juga Peraturan Presiden mengenai denda dan yang lain itu," ujar Zubairi, Senin (31/8).

Di samping itu, pemerintah harus mempertimbangkan dan memikirkan apakah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akan diterapkan kembali atau memberlakukan karantina wilayah (lockdown). Jika tatanan hidup normal dijalankan seperti sekarang, pemerintah harus memperketat penerapan protokol kesehatan.

"Atau mau seperti sekarang ya harus ditambah pendisiplinan lebih ketat. Artinya harus menjaga bahwa protokol kesehatan itu diterapkan harus lebih keras, harus didenda," katanya.

Zubairi juga mengingatkan pemerintah untuk tidak membuka bioskop, sekolah, pesantren, dan kegiatan lain yang menimbulkan kerumunan orang. Apalagi rencana konser musik secara tatap muka di Jawa Timur pada 12 September 2020 mendatang.

"Sudah jelas bahwa kita minta itu berisiko dan tidak ada manfaatnya sama sekali, mudharatnya jelas, ya jangan dilanjutkan. Itu konser, kegiatan keagamaan saja ternyata mempunyai dampak berat," tutur Zubairi.

Berdasarkan data Pandemic Talks secara riil jumlah kematian nakes di Indonesia ada di urutan 10 besar dunia. Indonesia berturut-turut berada di bawah Rusia (545 kematian), Inggris (540 kematian), Amerika Serikat (507 kematian), Brazil (351 kematian), Meksiko (248 kematian), Italia (188 kematian), Mesir (111 kematian), dan Iran (91 kematian).

Anggota Komisi IX DPR Nabil Haroen mengaku sedih mendengar laporan 100 nakes telah meninggal dunia akibat Covid-19. Menurutnya meninggalnya para dokter tersebut merupakan sebuah kerugian besar bagi bangsa Indonesia.

"Meninggalnya dokter tidak hanya membawa kabar sedih bagi keluarga, bagi kita semua, tapi juga kerugian SDM besar bagi Indonesia," kata pria yang akrab disapa Gus Nabil.

Dia mengapresiasi dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para dokter yang telah berjuang di garda terdepan dalam melawan Covid-19. Dia juga mengimbau kepada masyarakat untuk patuh kepada protokol kesehatan agar korban yang dirujuk ke rumah sakit bisa dikurangi.

"Kematian memang takdir Allah, tapi manusia juga bisa berusaha untuk mengurangi resiko sakit dengan pencegahan," ungkapnya.

Selain itu, Politikus PDI Perjuangan tersebut meminta Kementerian Kesehatan mengevaluasi komunikasi publiknya agar tidak mengecewakan para dokter. Ia mengangggap para dokter sudah bekerja keras, dengan protokol medis yang ketat.

"Seharusnya sejak awal sistem yang dibangun oleh Kementerian Kesehatan perihal pencegahan dan kondisi darurat, bisa mencegah korban. Terutama, dengan antisipasi alat pelindung diri, sistem pencegahan virus, dan alat-alat medis yang memadai," ujarnya.

Berdasarkan data per 30 Agustus 2020, kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai 172.053 kasus. Sebanyak 7.343 di antara kasus positif tersebut berakhir dengan kematian.

DKI Jakarta merupakan daerah dengan kasus positif terbanyak di Indonesia. Hingga berita ini diturunkan, tercatat terdapat 39.280 kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta.

Kasus positif di Jakarta memang tercatat terus naik. Akibatnya, ruang isolasi di seluruh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi DKI Jakarta hanya tersisa 140 unit per Senin (31/8) siang.

Jumlah ruang isolasi tersisa itu diketahui dari situs Executive Information System Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (eis.dinkes.jakarta.go.id). Disebutkan bahwa ruang isolasi tersedia 140 unit dan ruang ICU tersedia enam unit.

Sebanyak 140 ruang isolasi yang tersedia di 18 RSUD. Jumlah ruang isolasi tersedia paling banyak di RSUD Pasar Minggu, Jakarta Selatan dengan 31 ruangan. Lalu disusul RSUD Cilincing, Jakarta Utara, dengan 15 ruangan.

Sedangkan enam ruang Intensive Care Unit (ICU) tersedia di empat RSUD. Masing-masing dua unit di RSUD Koja, Jakarta Utara dan RSUD Tebet, Jakarta Selatan. Lalu masing-masing satu unit di RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur dan RSUD Cengkareng, Jakarta Barat.

Republika telah menghubungi sejumlah pejabat Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk menanyakan hal ini, namun belum mendapatkan jawaban. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Widyastuti telah mengemukakan persoalan ini sejak dua hari yang lalu. Ia mengatakan, ruang isolasi maupun ruang ICU di rumah sakit rujukan Covid-19 Jakarta telah terisi hampir 70 persennya.

Ia mengatakan, terdapat 67 rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta. Rumah sakit itu terdiri dari RSUD dan RS swasta. Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, DKI Jakarta tercatat sebagai penyumbang kasus baru terbanyak secara nasional. Dari 2.858 kasus baru yang dilaporkan pada Ahad (30/8), sebanyak 1.094 di antaranya berada di Jakarta.

Menurut Juru Bicara Pemerintah Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, naiknya jumlah kasus di Ibu Kota karena penerapan protokol kesehatan yang mulai longgar baik di tempat umum dan juga perkantoran.

"Iya betul (penerapan protokol kesehatan longgar)," ujar dia singkat saat dihubungi Republika, Ahad (30/8).

Wiku pun kembali menegaskan, penerapan protokol kesehatan harus dilakukan secara ketat untuk menekan dan mengendalikan kasus Covid-19 di Jakarta. Selain itu, penyelenggaraan kegiatan sosial ekonomi juga harus menerapkan aturan protokol kesehatan.

Misalnya saja, kata dia, dengan menerapkan sistem work from home atau bekerja dari rumah bagi perkantoran-perkantoran. Kapasitas karyawan yang bekerja di perkantoran pun hanya diperbolehankan sebanyak 50 persen.

"Upayanya harus ketat protokol kesehatan dan pengendalian kegiatan sosial ekonomi, misalnya perkantoran dengan tetap menerapkan WFH dan kapasitas 50 persen agar terjaga jarak aman," kata Wiku.

Untuk mencegah kerumunan di tempat umum, pemerintah daerah juga dimintanya agar menerapkan serta menegakan sanksi ataupun denda bagi masyarakat yang melanggar. "Mencegah terjadi kerumunan di tempat kerja dan tempat umum. Menerapkan dan menegakkan hukum dengan sanksi dan denda," tambah dia.

photo
Pasien berbohong ke dokter (ilustrasi) - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement