REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Produksi kelapa sawit di Sumatra Selatan pada 2020 menurun sebesar 50-60 persen akibat pengaruh kemarau yang cukup panjang pada tahun lalu. Penurunan produksi terjadi sejak April 2020 dan dialami semua kebun sawit, baik milik perusahaan, plasma maupun mandiri.
“Produksi sawit di kebun perusahaan skala besar merosot, begitu pula petani swadaya tidak jauh beda. Ini memang terjadi karena siklus tahunan dan kemarau panjang tahun lalu,” kata Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil (P2HP) Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian di Palembang, Sabtu.
Rudi memaparkan, berdasarkan laporan produksi tandan buah segar (TBS) diterima pihaknya, penurunan produksi dialami kebun Wilmar Grup yang turun 60 persen, PT London Sumatra (Lonsum) turun 50 persen, dan PT Hindoli turun sebesar 35 persen. Ia menjelaskan, sekarang ini memang masa trek yang ditandai dengan daun mengering dan pembungaan yang berkurang.
Menurut Rudi, kondisi trek tersebut bakal berpengaruh terhadap pencapaian produksi komoditas andalan Sumsel sampai akhir tahun 2020. Namun demikian, angka penurunan produksi tersebut tidak begitu signifikan.
Penurunan disebut tak seberapa mengingat luas perkebunan sawit yang ada baru mencapai 1,18 juta hektare berdasarkan Statistik Perkebunan Sumsel. Sementara itu, berdasarkan SK Mentan nomor 833/kpts/2019 tentang luas tutupan sawit Sumsel tahun 2019 tercatat seluas 1,46 juta ha.
“Walaupun ada penurunan tidak seberapa, tapi dampaknya di Industri PKS (pabrik kelapa sawit) sangat terasa sampai ada yang mengurangi shift kerja,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Sumsel, Alex Sugiarto, mengatakan bahwa dalam kondisi panen rendah (low crop), tenaga kerja panen di lapangan biasanya dialihkan untuk melakukan pekerjaan berupa perawatan tanaman. Alex mengatakan, pekerja pun dialihkan untuk persiapan pabrik menghadapi kapasitas penuh saat panen puncak (peak crop).
“Pengurangan atau pengaturan shif pasti, karena pasokan TBS berkurang, namun sebagian karyawan biasanya dialihkan untuk perbaikan perawatan mesin-mesin pabrik,” kata Alex.
Alex menjelaskan, low crop terjadi pada semester I/2020 yang dipengaruhi cuaca panas (el nino) pada tahun 2019. Pihaknya memproyeksi panen mulai membaik dan mencapai puncaknya pada September hingga Oktober 2020.