REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) telah melanda dunia dan menjadikannya sebagai tantangan global terbaru setelah perubahan iklim. Banyak negara di dunia telah melakukan berbagai upaya untuk menghadapi keduanya secara bersamaan, meski hal ini belum dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Seperti di Inggris, upaya-upaya yang dilakukan untuk mengendalikan dampak yang ditimbulkan dari dua masalah tersebut dinilai belum sempurna, karena masih banyak kerugian, khususnya terhadap perekonomian. Menurut politisi sekaligus menteri untuk negara pasifik dan lingkungan negara itu, Zac Goldmith, pandemi secara khusus menjadi panggilan, tidak hanya dari sisi pencegahan penyakit, namun juga pelajaran terkait gangguan ekologi, dan lainnya yang terkait secara lebih luas.
“Covid-19 adalah gejala dan ini hanya salah satunya. Meski menyedihkan, ilmu pengetahuan menunjukkan kondisi mungkin akan lebih parah jika kita tidak mengambil tindakan segera,” ujar Goldsmith dalam webinar International Perspectives To Build Back Better Towards A Low Carbon Resilient Future, Rabu (26/8).
Goldsmith mengatakan saat ini hampir satu juta spesies bumi telah terancam dan jutaan hektar hutan hilang, Tak hanya itu, hampir dua per tiga kawasan tepi pantai sudah hilang, yang mengakibatkan sektor perikanan terpengaruh negatif, demikian dengan pula sektor kelautan plastik dan sebagainya.
Lebih lanjut, Goldsmith mengatakan masalah lingkungan dalam 15 tahun terakhir menjadi satu dari lima masalah teratas di dunia. Penelitian telah menunjukkan dampak terhadap hal terkait, salah satunya keanekaragaman hayati.
“Jadi dalam hal ini kami berpendapat kelayakan ekonomi dan ekologi harus sama-sama dipertimbangkan,” jelas Goldsmith.