REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan pandangan dan sikapnya terhadap Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) usulan pemerintah yang telah diserahkan oleh Menkopolhukam kepada Ketua DPR pada 16 Juli 2020 di kantor DPR. Dewan Pimpinan MUI menilai bahwa RUU BPIP sebagai inisiatif pemerintah telah menjadi isu dan bola liar di tengah masyarakat dan menimbulkan polemik di kalangan masyarakat yang dapat mengancam disintegrasi bangsa.
Dewan Pimpinan MUI Pusat menyampaikan pandangan dan sikapnya yang termaktub dalam surat Nomor: Kep-1571/DpMUI/VIII/ 2020. Surat tersebut ditandatangani oleh Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi dan Sekertaris Jenderal MUI Buya Anwar Abbas pada Selasa (25/8).
"Prosedur dan mekanisme pembentukan RUU BPIP tidak sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019," kata MUI dalam suratnya yang diterbitkan pada Selasa (25/8).
MUI menjelaskan, secara prosedural RUU BPIP hanya diketahui berdasarkan penyerahan draft RUU BPIP oleh Menko Polhukam kepada Ketua DPR pada tanggal 16 Juli 2020 di kantor DPR. Namun hingga saat ini belum terpublikasikan Surat Presiden (Surpres) pengusulan RUU BPIP tersebut berikut dengan naskah akademik dan draft RUU-nya.
MUI mengatakan, dengan tidak terpublikasikannya Surpres RUU BPIP tersebut maka tidak ada kejelasan apakah RUU BPIP merupakan usulan baru dari pemerintah ataukah sebagai lampiran atau daftar inventarisasi masalah dari Surat Presiden atas RUU HIP.
Jika RUU BPIP merupakan RUU yang diajukan sebagai 'DIM sandingan' bagi RUU HIP usul DPR, maka terjadi ketidaklaziman dalam pembentukan undang-undang. Semestinya pengajuannya dilakukan dalam rapat kerja antara DPR dengan pemerintah.
"Jika presiden mengajukan RUU BPIP sebagai usulan baru, maka wajib dilakukan penarikan RUU HIP dari proses pembahasan dan mencabutnya dari Prolegnas dan memasukkan RUU BPIP ke dalam perubahan Prolegnas," jelas MUI dalam suratnya yang ditandatangani Wakil Ketua Umum MUI dan Sekretaris Jenderal MUI.
MUI mengatakan, jika pemerintah dan DPR akan menjadikan RUU BPIP sebagai RUU di luar Prolegnas wajib merujuk dan melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012.
Undang-undang itu berbunyi, dalam keadaan tertentu, DPR atau presiden dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas. Mencakup, (A) untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam. (B) Keadaan tertentu lainnya yang memastikan urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
"Dalam rangka menjamin kepastian dan akuntabilitas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan serta partisipasi aktif masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011, maka wajib adanya kejelasan informasi dari pemerintah yang sudah mengirimkan Surpres ke DPR untuk menjelaskan apakah RUU BPIP sebagai DIM untuk pembahasan RUU HIP atau sebagai RUU usul baru presiden," kata MUI.
Sebelumnya, MUI setelah melakukan pengkajian terkait dengan isu RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan prosedur yang telah ditempuh pemerintah terkait dengan RUU BPIP.
MUI menyampaikan bahwa RUU HIP sangat bertentangan dan mengancam eksistensi Pancasila sehingga menimbulkan reaksi dan penolakan dari masyarakat luas. Maka Dewan Pimpinan MUI Pusat mengingatkan kembali kepada DPR untuk segera dan wajib menarik RUU HIP dari proses pembahasan dan mencabutnya dari Prolegnas sebagaimana surat Dewan Pimpinan MUI Pusat kepada Pimpinan DPR RI Nomor: B-1291/DP MUI/VI/2020, tanggal 25 Juni 2020, perihal Penarikan dan Pencabutan RUU HIP.
MUI juga menegaskan bahwa RUU BPIP yang diusulkan pemerintah bukan merupakan pengganti RUU HIP namun merupakan suatu RUU yang baru. Oleh karena itu harus mengikuti prosedur pembentukan RUU sebagai usul pemerintah yang wajib berdasarkan pada prosedur dan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana ditentukan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan serta Peraturan Tata Tertib DPR RI agar tidak cacat hukum.