REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rahayu Marini Hakim
Mendengar kata makam tua Belanda pasti terbesit bayangan sebuah tempat yang menyeramkan. Namun berbeda dengan makam umumnya, makan yang di kelilingin pagar bambu setinggi tidak lebih satu meter ini memiliki pemandangan kebun yang indah.
Arsitektur bangunan seluas 600 meter persegi (m2) ini, Anthony Holle menyebut makam merupakan replika dari Gereja Santos di Roma, Italia, seperti yang tertulis pada papan penjelasan di dekat pintu masuk. Di lokasi ini, bersemayam hampir seluruh keluarga van Motman yang secara turun-temurun menjadi tuan tanah Buitenzorg (nama lama Bogor).
Setidaknya, ada 37 anggota keluarga van Motman yang dimakamkan di sini. Termasuk Gerrit Willem Casimir (GWC) van Motman yang konon merupakan salah satu orang terkaya di Jawa Barat. Pengurus makam, Ucu Sumarna (70 tahun) menjelaskan, Moseleum van Motman dibangun pada abad ke-18 dan merupakan salah satu kompleks pemakaman para saudagar kaya pada zaman penjajahan Belanda.
Ucu mengatakan, pada 1942, makam yang berlokasi di Kampung Pilar, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini, pernah dirusak oleh tentara Jepang yang menduduki Indonesia.
“Makam ini dulu tempat menaruh mumi, tapi sekarang sudah hancur, saat Indonesia diambil alih oleh Jepang juga makam ini sempat dirusak apalagi gedung tempat mumi. Jadi di dalam ada empat mumi sisanya di kubur di depan bangunan. Total ada 37 makam Belanda di sini,” kata Ucu kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Ucu menceritakan, kawasan makam juga sempat dijarah oleh kelompok pribumi. Sehingga demi menjaga keamanan ia juga harus mengeluarkan uang pribadi untuk membuat pagar. “Dulu orang kita juga menjarah makam ini, marmernya diambilin sampe itu bangunan ada yang coret-coret sama orang yang gak bertanggung jawab. Ini aja saya yang magerin, ngurusin tanamannya biar indah dan terurus,” kata Ucu menjelaskan.
Republika mengonfirmasi keberadaan makam ke sejarawan Universitas Indonesia (UI), Achmad Sunjayadi, yang menjelaskan, jika memaparkan bangunan tersebut dibangun oleh Pieter Reiner van Motman pada 1850. Menurut Achmad, dilihat dari nama, yaitu Mausoleum, artinya bangunan atau monumen untuk pemakaman.
"Mosoleum Van Motman memang merupakan makam dari keluarga van Motman yang didirikan oleh salah seorang anggota keluarga tersebut yaitu Pieter Reiner van Motman pada 1850 sampai 1911,” kata Achmad.
Pieter Reiner van Motman adalah keturunan ketiga dari keluarga ini. Di dalam bangunannya pernah ada empat jenazah dari keluarga van Motman yang diawetkan. Salah satunya Pieter Reiner van Motman. Area Mausoleum digunakan pertama kali sebagai pemakaman pada 18 Desember 1811. Ketika Gerrit Willem Casimir van Motman (1773-1821) memakamkan puterinya Maria Henrietta.
Gerrit merupakan keturunan pertama keluarga van Motman yang tinggal di Buitenzorg (Jawa). Selain makam Maria, ada 36 makam lain dari keluarga dan kerabat van Motman. Menurut situs keluarga van Motman, kata Achmad, mereka memiliki lahan luas di mulai kawasan Dramaga, Jambu, dan Jasinga, bahkan sampai ke wilayah Cikandi Ilir dan Udik yang sekarang masuk Provinsi Banten.
"Ada dua landhuis yang dimiliki yaitu di Dramaga dan Jambu. Tanah pertanian mereka menghasilkan karet dan teh,” ujar Achmad.
Pantauan di lokasi, dari 33 pilar hanya tersisa 12, terlihat bata merahnya yang masih terlihat dan lumut yang menempel di beberapa bagian. Beberapa pilar juga terlihat miring karena tanah yang tidak stabil.
Begitu masuk pengunjung langsung dihadapkan dengan pilar yang membentang di tengah taman, terlihat rumput dan tanaman yang terurus dengan baik. Terlihat juga beberapa makam yang ditandai dengan pohon maupun batang bambu.
Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, Ahmad Sofyan menjelaskan, cagar budaya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sehingga untuk pengelolaan pengurusan makam juga harus mendapat persetujuan otoritas di atas. Lagi pula, Sofyan melanjutkan, bangunan makan ini bukan situs sejarah yang berkaitan dengan berdirinya Republik Indonesia.
“Cagar budaya itu kewenangan balai cagar budaya pusat dan Mosoleum. Hanya pesangrahan landhuis keluarga van Motman tuan tanah zaman Belanda. Selama belum ada niat dari pihak keluarga van Motman, kita gak bisa berbuat banyak terhadap Mausoleum itu,” kata Sofyan.