REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- DIY memiliki 12 jenis ancaman bencana, salah satunya erupsi Gunung Merapi. Kejadian 2010 jadi rangkaian bencana yang selain korban jiwa, dampak kerusakan dan kerugian ekonomi, sosial, psikologis, dan lingkungannya besar.
Salah satu pengurangan resiko bencana yang dapat dilakukan tidak lain dengan simulasi uji coba kesiapsiagaan sistem koordinasi dan komunikasi. Tujuannya, melihat capaian kesiapan dan ketangguhan menghadapi bencana berkelanjutan.
Kepala Pelaksana BPBD DIY Biwara Yuswantana mengatakan, BPBD memang telah menyusun rencana kontijensi. Yang mana, merupakan gambaran pelaksanaan dan pegangan bersama dalam penanganan erupsi Merapi di DI Yogyakarta.
Sehingga, semua pihak bisa memosisikan diri baik sebelum maupun saat erupsi Merapi terjadi. Ia mengingatkan, rencana kontijensi bukanlah aturan baku karena kejadian bencana sering berbeda dengan yang diprediksikan manusia.
"Sehingga, rencana kontijensi harus sering diperbarui dan kembali diingatkan kepada semua pihak yang terlibat di dalamnya," kata Biwara, Selasa (25/8).
Apalagi, sejak 21 Mei 2018, status Gunung Merapi sampai hari ini masih di level waspada. Karenanya, masih mengharuskan pembatasan aktivitas manusia dalam radius tiga kilometer dari puncak.
Status Merapi dapat berubah sewaktu-watu baik naik jadi siaga maupun turun jadi normal. Berbagai skenario tentu harus disiapkan, di sisi lain seluruh negara dunia sedang menghadapi masalah besar dalam bahaya dari Covid-19.
"Tidak terkecuali masyarakat DIY. Jadi, bila erupsi Merapi terjadi pada masa pandemi, maka sedapat mungkin protokol kesehatan tetap diterapkan agar tidak terjadi bencana turunan. Saat ini tepat melaksanakan gladi penanganan," ujar Biwara.
BNPB bersama BPBD DIY turut menggelar gladi ruang atau Tabletop Exercise dan gladi posko atau Command Post Exercise. Kegiatan itu melibatkan banyak unsur inti dalam penanganan erupsi Gunung Merapi di DIY.
Kegiatan ini akan menguji coba rencana kontinjensi yang telah disusun baik secara ketugasan maupun simulasi pelaksanaan. Kegiatan diuji empat langkah dari mulai kondisi normal sampai kepada kondisi pemulihan.
Gladi ruang menjadi metode simulasi bencana bagi pengambil keputusan daerah dalam menghadapi bencana. Dalam simulasi ini, dilatih bisa ambil kebijakan cepat dan tepat hadapi bencana sesuai koridor protap atau SOP yang berlaku.
Sedangkan, dalam gladi posko lebih menekankan kepada mekanisme dan hubungan antar jajaran dan pelaku penanggulangan bencana. Kegiatannya terdiri dari simulasi, pembelajaran dan bukti konsistensi pemerintah-pemerintah daerah.
"Terhadap penanganan bencana yang disesuaikan dengan protokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19," kata Biwara.