REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah menggulirkan stimulus berupa pembebasan atau penundaan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan. Pemberian stimulus untuk mengurangi dampak persebaran virus corona (Covid-19) terhadap perekonomian dengan menyetop iuran BPJS Ketenagakerjaan dinilai mengada-ada dan tidak tepat.
"Saat ini untuk iuran jaminan kecelakaan kerja iurannya sebesar 0,54 persen dan jaminan kematian iurannya sebesar 0,3 persen dari upah pekerja, ditanggung atau dibayar sepenuhnya oleh pemberi kerja atau pengusaha," ujar Presiden KSPI Said Iqbal, dalam keterangan tertulisnya, Ahad (23/8).
Selain itu, iuran jaminan hari tua dibayarkan oleh pemberi kerja sebesar 3,7 persen dan dari pekerja 2 persen. Sedangkan untuk jaminan pensiun, 2 persen dibayarkan pemberi kerja dan 1 persen dari gaji pekerja. Jadi setiap bulan pengusaha wajib membayar jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan sebesar 6,54 persen dari upah pekerja.
Berdasasarkan U No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), manfaat yang didapat dari program jaminan sosial sebagaimana tersebut di atas, sepenuhnya dikembalikan kepada buruh. Kalau iuran dihentikan, maka buruh akan dirugikan karena hal itu akan mengurangi akumulasi dari jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang mereka dapatkan.
“Dengan disetopnya iuran BPJS Ketenagakerjaan, maka yang akan diuntungkan adalah pengusaha. Karena mareka tidak membayar iuran. Semantara itu buruh dirugikan, karena nilai jaminan hari tua dan jaminan pensiun tidak bertambah selama iuran dihentikan,” lanjutnya.
Kemudian Said Iqbal juga mempertanyakan, apakah iuran jaminan hari tua sebesar 5,7 persen dan pensiun sebesar 3 persen akan dibayar oleh pengusaha? Kalau iuran dihentikan sementara, berarti tabungan buruh untuk jaminan hari tua dan pensiun tidak ada peningkatan. Karena itu, kata Iqbal, KSPI secara tegas menolak rencana ini.
Pria yang juga Pengurus Pusat (Governing Body) ILO ini menambahkan, di seluruh dunia tidak ada penningkatkan stimulus ekonomi dengan menghentikan iuran jaminan sosial. Justru yang harus dilakukan pemerintahan jika terjadi krisis adalah dengan meningkatkan manfaat atau benefit dari jaminan sosial dengan jumlah iuran yang tetap.
"Bukan menurunkan nilai iuran yang nyata-nyata hanya menguntungkan pengusaha," ujar Iqbal.