REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Pergub Nomor 80 tahun 2020 pada 19 Agustus lalu. Dalam peraturan tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Aman, Sehat, dan Produktif tersebut, akan diberlakukan kebijakan ganjil-genap untuk sepeda motor. Terkait hal ini, masyarakat berbeda pendapat.
Seorang pengendara motor di Jalan Raya Gunung Sahari, Toni Apri mengatakan tidak setuju jika ganjil-genap juga berlaku untuk sepeda motor. Menurutnya motor sudah menjadi kebutuhan untuk mobilitas dirinya ke pasar. Apalagi ia tiap hari lewat Jalan Gunung Sahari ke Pasar Senen.
"Susah juga kalau enggak pakai (sepeda) motor. Barang bawaannya gimana kalau belanja. Naik Transjakarta ribet," kata Toni saat berhenti di lampu merah Jalan Gunung Sahari, Jakarta Utara, Jumat (21/8).
Pengendara motor lainnya, Wasjud setuju jika sepeda motor juga dikenai ganjil-genap. Namun harus ada kendaraan alternatif bagi pengendara motor yang tidak bisa menggunakan sepeda motornya.
Menambah jumlah bus Transjakarta saja tidak cukup. Menurut Andre harus menambah jalur cakupannya juga. Karena orang yang menggunakan sepeda motor itu mempunyai mobilitas yang tinggi.
"Sayakan pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Motornya punya satu, pelatnya ganjil. Masa harus beli satu lagi yang genap," kata Andre.
Aturan ganjil-genap bagi sepeda motor tertuang dalam Pergub tersebut. Dalam Bab III pasal 8 ayat 1 huruf a disebutkan bahwa, setiap kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih dan roda 2 dengan nomor pelat ganjil dilarang melintasi jalan pada tanggal genap, begitupun sebaliknya kendaraan pelat genap dilarang melintas saat tanggal ganjil.