REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika menyambut baik Indonesia yang menjadi negara tempat uji klinis vaksin virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Sebab, tidak ada pihak yang diuntungkan dengan uji klinis vaksin ini di Tanah Air.
Laura mengatakan, saat ini banyak negara menjadi kandidat penghasil vaksin Covid-19 dan berlomba-lomba memproduksinya. Termasuk juga Indonesia yang kini tengah dalam proses mengembangkan vaksin produksi sendiri yaitu merah putih. Kendati demikian, ia melanjutkan, penemuan vaksin merah putih dijadwalkan pada 2021 mendatang.
"Tetapi vaksin merah putih kan belum sampai ke arah sana (uji klinis, Red). Sambil menunggu itu, bagaimana kerja sama itu dibangun? Saya rasa tidak masalah dengan itu," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (21/8).
Ia menyebutkan beberapa negara telah memasuki uji klinis tahap 1,2, hingga 3. Tentu yang dicari negara adalah yang paling cepat menemukan vaksin.
Kemudian ada beberapa kandidat vaksin yang sudah mencapai tahapan yang sangat jauh masuk ke tahap uji klinis dan ini yang dicoba kepada manusia. Seharusnya, ia menyebutkan vaksin ini bersifat general, sehingga sebisa mungkin strain dari ras apapun bisa menghasilkan daya proteksi.
Misalnya dari ras orang Indonesia yaitu Melayu kemudian dari ras Eropa. Artinya, dia menambahkan, memang dicari vaksin yang efektivitasnya bisa menjangkau banyak ras dan harus ada kolaborasi dengan negara-negara di luar penghasil vaksin. Ia menilai China sebagai negara yang dekat dengan Indonesia terkenal memiliki teknologi mampu menghasilkan vaksin. Kemudian Uni Emirat Arab (UEA) juga masih dalam satu benua dengan Indonesia. Bahkan, ia menyebutkan lebih bagus lagi ketika vaksin itu bisa diuji coba klinis di lintas benua seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa. "Ini untuk melihat efektivitas suatu vaksin," katanya.
Sebab, ia menyebutkan tahapan uji klinis harus memenuhi syarat diuji secara acak atau random yang tidak boleh dilakukan hanya satu kelompok. Tak hanya itu, dia melanjutkan, pengujian ini juga harus bersifat independen di luar kelompok yang memproduksi vaksin. Terkait bisa terjadi konflik kepentingan saat uji klinis vaksin di Indonesia, ia membantahnya. Sebab, dia nenambahkan, masing-masing vaksin produksi negara-negara tidaklah sama. Bisa jadi vaksin dibuat bukan dengan metode yang sama.
"Mungkin saja vaksin yang dibuat negara-negara ini berbeda atau bahan baku gen virusnya berbeda. Ini dipetakan mana sih yang tingkat keberhasilannya lebih tinggi," katanya.
Nantinya, ia menyebutkan hasil uji coba ini dibutuhkan untuk data sains. Kemudian jika vaksin ini ditemukan, dia menambahkan, Indonesia telah memiliki acuan menggunakan vaksin darimana.